Sebanyak 110 korban tindak kekerasan yang terdiri dari perempuan dan anak-anak dibina di Panti Sosial Perlindungan (PSP) Bhakti Kasih yang terletak di Jalan Dakota II, Kebon Kosong, Jakarta Pusat.
Kepala PSP Bhakti Kasih, Ngapuli mengungkapkan warga binaan yang berada di panti tersebut merupakan perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan, seperti human traficking maupun KDRT.
"PSP Bhakti Kasih punya tanggung jawab untuk menampung, merawat, membina dan melatih mereka," ungkapnya di sela-sela kegiatannya di PSP Bhakti Kasih, Selasa (14/5).
Secara umum, lanjut Ngapuli, warga binaan yang didapat merupakan hasil rujukan dari Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya, dengan kategori terlantar maupun dalam kekerasan dalam rumah tangga.
Selain itu, ada juga yang didapat dari rujukan Kepolisian dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPTPPA).
"Ada beberapa orang dari rujukan pihak Kepolisian, seperti korban human traficking. Nah, warga binaan kami yang pulang dari luar negeri, terus terlihat stress ittu banyak sekali," aku Ngapuli.
"Ada juga yang dari PPTPPA yang KDRT, bermasalah dengan rumah tangganya. Karena mereka tidak punya rumah atau tempat tinggal maka dirujuklah ke panti kami," tambahnya.
Ngapuli mengatakan, tidak ada rentang waktu yang menjadi patokan bagi warga binaan untuk selesai masa pembinaannya di panti. "Tidak bisa dipatokkan. Apabila kasusnya dirasa sudah selesai dan warga binaan dinyatakan aman. Pihak keluarga juga membolehkan untuk pulang, ya kami kembalikan pada pihak keluarganya," terang Ngapuli.
Terkait fasilitas dan kegiatan warga binaan, Ngapuli mengungkapkan PSP Bhakti Kasih bertanggungjawab pada kebutuhan pangan, sandang, papan, hingga kebutuhan interaksi sosial mereka.
"Mulai dari pagi sampai dengan sore sudah ada jadwal. Mereka mulai dari pagi itu Shalat Subuh, yang kristen ibadah pagi. Lalu setelah itu ada aktivitas bina diri. Mereka cuci baju sendiri. Kami sengaja melatih mereka untuk mengurus diri sendiri, mandiri," ungkap Ngapuli.
Selain itu, pelatihan keterampilan, seperti pelatihan masak, salon, menjahit, dan meronce juga dilakukan. Hal ini diharapkan dapat menjadi bekal warga binaan setelah selesai menjalani kasus dan keluar dari panti.