Lihat ke Halaman Asli

Dinsa Selia Putri

semoga bermanfaat

Bersyukur Itu Perlu

Diperbarui: 23 Mei 2022   10:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sedikit berbeda dengan tulisan-tulisan yang sudah-sudah, dimana sebelumnya kita membahas tentang orang-orang yang mungkin telah berada pada posisi yang amat beruntung baik secara ekonomi maupun sosial. Dari tulisan ini kita akan melihat bentuk nyata dari kesenjangan sosial yang mungkin saja selama ini kita menutup mata akan hal tersebut. Padahal sejauh apapun kita melangkah dan tinggal pasti kesenjangna sosial itu akan selalu ada dan tidak akan pernah hilang. Karena ya memang seperti itulah hidup. Dimana dunia ini akan diisi oleh orang-orang dengan nasibnya masing-masing yang tentu saja berbeda antara satu degan yang lain. Ada si cantik ada si kurang cantik, ada yang tampan dan ada yang kurang tampan, ada si kaya dan si kurang beruntung dan lainnya. Padahal istilah-istilah tersebut hanyalah sebuah ungkapan yang sering diucapkan oleh orang-orang yang merasa hidupnya kurang ataupun orang-orang yang tidak sadar bahwa segala apapun yang dimilikinya hanyalah titipan yang kapanpun bisa hilang.

Mbah Giyah, wanita sebatang kara yang mendedikasikan dirinya untuk hidupnya sendiri. Sebenarnya sedikit ragu juga untuk menyebut beliau sebatang kara, karena pada faktanya beliau ini mempunya anak dari pernikahan pertamanya, hanya saja anak beliau ini tinggal jauh dari beliau. Beliau tinggal disini mengikuti suaminya yang pada akhirnya Allah lebih sayang kepada suami beliau, sehingga suaminya pergi terlebih dahulu. Dari pernikahan kedua ini beliau tidak memiliki keturunan, melainkan menjadi ibu sambung untuk anak-anak dari suaminya. Rumah beliau dengan anak tirinya ini sebenarnya saling bersebelahan satu sama lain. 

Mbah Giyah bekerja sebagai seorang petani yang sering menghabiskan waktunya dari pagi sampai sore untuk bekerja diladang atau tegalan. Bahkan sebelum suaminya meninggal beliau sering mengikuti suamiya untuk menginap berhari-hari diladang. Bagi mereka ladang adalah tempat tinggal kedua yang membuat mereka rela untuk mengosongkan rumahnya. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya beliau bergantung pada hasil panen tegalnya. Kegiatan pertanian yang beliau lakukan cukup bervariasi. Mulai dari menanam padi, kacang hijau, jagung dan bermacam-macam sayuran atau biasanya disebut dengan palawija. Dari hasil panen tersebut kemudian akan dijual.

Dalam menjual hasil panennya tersebut, khususnya sayuran beliau akan berkeliling dari rumah kerumah untuk menjajakan jualannya. Baliau menjual bearagam sayuran yang khas desa sekali yaitu seperti nangka muda, rebung atau bambu yang masih muda, daun singkong dan masih banyak lainnya. Bukan sayuran yang pada umumnya dimana kita bisa menemukannya dengan mudah, tetapi sayuran-sayuran yang dapat tumbuh subur meskupun tanpa perawatan yang khusus. 

Dalam berjualan beliau ini memiliki ciri khas yang sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat. Ciri khas ini terletak pada suara beliau yang terdengar lucu. Selain hal itu adalah sapaan yang berupa salam selalu tidak lupa beliau ucapkan ketika datang bertamu untuk berjualan. Ketika akan pulangpun beliau tetap tidak lupa untuk mengucapkan salam. Ya benar, sopan santun beliau jugalah yang menjadikan beliau mudah dikenali dan disenangi oleh banyak orang.

Diusia beliau yang sudah tidak bisa dikatan muda ini, tentu asam garam kehidupan amat sangat akrab dengan beliau. Sehingga ketika suaminya pergi terlebih dahulu dengan membawa separuj jiwanya tak lantas membuat Mbah Giyah menyerah dan terpuruk dalam kesedihannya. Beliau masih tetap semangat untuk melanjutkan hidupnya dengan membuka lembaran baru tanpa almarhum suaminya. Beliau berkata "Bahwa kematian adalah hal mutlak yang tidak bisa diganggu guga, jadi kita harus belajar ikhlas agar tetap bisa brsyukur dan semangat dalam menjalani hidup".

Mbah Giyah masih tetap pergi ke tegal dan bertani seperti biasa, hanya saja kini beliau sudah tidak tinggal atau menginap lagi ditegal karena demi keselamatan beliau dan karena faktor usia juga yang sudah tidak memungkinkan. Tinggal sendiri dirumah tanpa ada anak cucu yang menemani terkadang sering membuat beliau sering merasa kesepian.

Kepergian almarhum suaminya ternyata membawa perubahan yang cukup besar di dalam hidup beliau. Dimana kini beliau selalu menggunakan hijab saat keluar rumah, mengikuti kegiatan keagaman yang biasanya digilir dari rumah kerumah atau orang sini menyebutnya yasinan, dan kajian-kajian rutin yang selalu diakan sebulan sekali. Kehilangan orang yang beliau sayang justru menjadi motivasi untuk merubah diri menjadi lebih baik lagi. Menurut beliau tidak ada yang namanya terlambat dalam menuju kebaikan. Tua muda, nanti ataupun sekarang tidak ada bedanya, karena hidayah itu bisa datang kapan saja dengan cara yang tak bisa diduga-duga. Kini beliaupun dikenal dengan sosok religius yang jarang absen untuk selalu pergi sholat berjamaah dimasjid.

Lebaran tahun ini akan menjadi lebaran ke 3 Mbah Giyah tanpa sang suami dan sekaligus akan menjadi lebaran terakhir beliau disini. Ya benar, kalian tidak salah dengar. Bahwa lebaran ini adalah lebaran ini akan menjadi lebaran terakhir Mbah Giyah tinggal disini. Setelah melalui diskusi yang cukup panjang dan penuh emosional tentunya, akhirnya beliau memutuskan untuk pindah mengikuti sang anak yang telah lama tinggal dan menetap di Surabaya. Bukan suatu keputusan yang mudah, mengingat beliau telah lama tinggal disini mengikuti sang suami yang dulunya masih sangat asing bagi beliau.

Banyak kenangan yang mungkin saja tidak akan pernah cukup untuk ditulis hanya dengan satu buku saja untuk menulis perjalanan hidup beliau disini. Bukan maksud beliau sudah tidak sayang lagi dengan sang suami, tetapi beliau tidak bisa terus-terusa disini tanpa ada anak yang menemani beliau. Biarkanlah beliau pergi dengan membawa kepingan jiwanya yang masih tersisa dan segala cerita yang pernah ada. Beliau juga berharap untuk tetap diberi Kesehatan agar bisa sesekali mengunjungi makam sang suami, apabila memang sudah tidak mampu hanya doalah yang mampu Mbah Giyah berikan untuk sang suami.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline