Lihat ke Halaman Asli

Patricia Dinda

Universitas Dipenogoro

Pentingnya Mengecek Rhesus

Diperbarui: 25 November 2017   19:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sebagian besar wanita di Indonesia rata rata adalah seorang yang marriage oriented. Contoh-contoh hal yang menjadi dambaan banyak wanita adalah menikah, mengandung, melahirkan dan membesarkan anak-anak mereka dengan pasangan. 

Namun kenyataannya, banyak pasangan suami istri yang sangat mengharapkan bisa merasakan fase tersebut, namun faktanya tidak sedikit dari mereka yang harus menerima adanya kasus keguguran yang berulang atau bayi lahir mati atau bayi lahir tidak normal. Factor-faktor  keguguran berulang dan bayi lahir mati terhitung cukup banyak, salah satu faktornya ialah adanya ketidak cocokan rhesus antara ibu dan bayinya (rhesus inkompatibilitas).

Eritroblastosis fetalis merupakan salah satu factor tersebut. Yang berdefinisikan kelainan berupa hemolisis ( yaitu pecahnya sel darah merah / eritrosit) pada janin yang akan nampak pada bayi yang baru lahir karena adanya perbedaan rhesus janin dengan ibunya sendiri.

Di dunia medis ini dikenal berbagai cara untuk penggolongan darah. Namun yang biasanya dipakai adalah sistem ABO, dan juga faktor rhesus. Sebagian besar masyarakat Indonesia sudah akrab dengan sistem ABO, yaitu penggolongan darah yang terdiri dari golongan darah A, B, AB dan O. Tapi jika berbicara tentang rhesus, nampaknya masih sedikit sekali masyarakat Indonesia yang memahaminya, walaupun faktanya faktor rhesus merupakan bagian penting dalam penggolongan darah.

Sekarang kita bahas akar masalahnya. Sistem rhesus ini membedakan darah menjadi dua golongan, yaitu golongan darah rhesus positif (+) yang mengandung antigen rhesus (Rh-D) yang menyebabkan reaksi kekebalan dan golongan darah rhesus negative (-) yang tidak mengandung antigen rhesus. 

Orang Asia pada umumnya bergolongan darah rhesus positif, di Indonesia hanya sekitar 0,5 % saja yg bergolongan darah rhesus negatif. Pada orang kulit putih, rhesus negatif hanya dijumpai sekitar 15%, pada orang kulit hitam ada sekitar 8% yang ber-rhesus negative.

Contoh kasus rhesus adalah , apabila ada tranfusi darah dari darah ber-rhesus positif yang diberikan kepada resipien yang ber-rhesus negatif, ketidakcocokan jenis rhesus ini mampu membuat tubuh resipien mengalami pembekuan darah (penggumpalan darah). Hal ini tentu saja tidak membantu keadaan resipien, tapi justru merugikan resipien karena ketidakcocokan ini menyebabkan ginjalnya bekerja dua kali lebih keras guna membersihkan darah yang membeku. 

Hal ini terjadi karena rhesus positif membawa antigen yang membuat rhesus negative membentuk antibody, antibody tersebut akan melawan antigen dengan cara aglutinasi (penggumpalan). Namun apabila ada tranfusi darah dari darah ber-rhesus negative diberikan pada pasien yang ber-rhesus positif maka tidak aka ada pembekuan. Penyebabnya adalah karena rhesus negative tidak membawa antigen apapun kedalam resipien rhesus positif.

Sama seperti eritroblastosis fetalis yang memiliki latar belakang genetika seorang laki-laki yang bergolongan darah rhesus positif menikah dengan wanita yang bergolongan darah rhesus negatif, maka anak mereka memiliki kemungkinan besar bergolongan darah rhesus positif karena faktor rhesus bersifat dominan secera genetika. Perbedaan faktor golongan darah ini  mengakibatkan terbentuknya sistem imun (antibodi) ibu sebagai respon terhadap sel darah bayi yang mengandung suatu antigen.

 Jika antigen rhesus (Rh-D) pada darah rhesus positif masuk ke dalam sirkulasi darah rhesus negatif, maka tubuh dari orang yang mempunyai darah rhesus negatif akan memproduksi antibodi guna melawan antigen dari darah rhesus positif yang masuk. Antibodi merupakan suatu protein yang berkerja aktif menyerang dan menghancurkan sel-sel yang dianggap benda asing (antigen).

Sel pembatas plasenta yang memisahkan sirkulasi darah ibu dan janin memiliki pori-pori yang sangat kecil, maka darah sukar melaluinya, karena ukuran sel darah yang jauh lebih besar. Hal ini mencegah mengalirnya darah ibu ke janin, atau sebaliknya. Namun, karena ukuran antibodi yang lebih kecil, alhasil antibody mampu melewati sel pembatas ini dan memasuki sirkulasi darah bayi, juga melaksanakan tugasnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline