Lihat ke Halaman Asli

Dinoto Indramayu

Belajar, belajar dan belajar....

Kecelakaan Kereta Api (1)

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Human error?

36 orang meregang nyawa dan 40 orang luka-luka menjadi korban tabrakan keretaapi belum lama ini. KA Eksekutif Argo Bromo Angrek dengan 336 penumpang (Jakarta-Surabaya) mencium pantat KA Bisnis Senja Utama(Jakarta -Semarang) yang mengangkut 663 penumpang dan saat itu sedang berhenti. Kejadian memilukan ini terjadi Sabtu dinihari (2/10/2010) sekitar pukul 03.00 di Desa Jatimulyo Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang-Jawa tengah.

Tragedi ini bukanlah pertama kali terjadi tetapi merupakan bagian dari rangkaian kecelakaan rutin ular baja sepanjang tahun tanpa henti. Sebut saja kecelakaan keretaapi terdekat adalah tabrakan antara KA Eksekutif Bima (Surabaya-Jakarta) dengan KA Ekonomi Gaya Baru Malam (Surabaya-Jakarta) di Stasiun Purwosari Solo, Jawa Tengah. Korban tewas pada kejadian itu 1 orang dan 4 orang luka-luka.

Seperti biasa, human error menjadi alasan paling mudah untuk dilakukan.  nayali masinis KA Bima menciut menghadapi amuk massa yang melempari gerbong retaapi yang dibawanya.

"KA 144 Gaya Baru Malam Selatan tersebut belum masuk sempurna ke SPOOR I karena pada saat yang bersamaan terdapat massa yang melempari rangkaian tersebut karena massa menduka di dalam kereta tersebut ada suporter sepakbola Bandung, Persib, dalam perjalanan pulang ke bandung," kata Direktur jenderal perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Tundjung Inderawan, dalam jumpa pers di jakarta, Senin (04/10/2010).

"Aksi pelemparan itu mempengaruhi psikologis dari petugas PT KA di dalam memasukkan rangkaian kereta Gaya Baru Malam tersebut ke SPOOR I secara sempurna," tambahnya.

Berbeda dengan rekan masinis yang mengendalikan KA Gaya Baru Malam yang dibela atasannya, ataupun masinis KA Bima yang tak dipersalahkan, nasib malang menimpa masinis KA Argo Bromo Angrek. Menteri Perhubungan Freddy Numberi dalam rapat kerja Komisi V DPR RI di gedung DPR, Senin (4/10/2010) menegaskan, bahwa kecelakaan kereta api di Stasiun Petarukan, Pemalang, Jawa Tengah, disebabkan oleh kesalahan fatal dari masinis KA Argo Bromo Anggrek.

Tanpa bisa membela diri, masinis KA Argo Bromo bernama lengkap M. Kholik Rudianto warga Desa Blendung, Kecamatan Klari, Kabupaten Kerawang, Jawa Barat pun telah ditetapkan sebagai tersangka kasus itu oleh Polres Pemalang. Penetapan tersangka itu, katanya, berlaku sejak Sabtu (2/10) sekitar pukul 21.00 WIB. Hukuman yang menanti pun cukup berat, maksimal 5 tahun penjara! Sebuah hukuman yang bisa mengancam status kepegawaiannya sebagai PNS.

Lagi-lagi, sungguh ini bukanlah cara pemecahan masalah yang sesungguhnya. Sekalipun kepada masinis diancamkan hukuman yang setimpal atas kelalaiannya ataupun para korban tewas dapat santunan Rp. 65 juta serta korban luka-luka dirawat sampai sembuh serta korban yang mengalami catat tetap diberikan santunan lebih daripada korban meninggal.

Cara penyelesaian masalah di atas cenderung merupakan jalan pintas untuk meredam masalah yang mungkin timbul saat ini. Sama sekali bukan upaya mencegah terjadinya kecelakaan-kecelakaan keretaapi di masa yang akan datang.

Human error selalu jadi alasan dan masinis merupakan orang pertama yang paling mudah dijadikan tersangka! Alasan klasik yang bukan hanya tidak beralasan, apalagi bisa menyelesaikan masalah tetapi juga sangat menyakitkan.

Masih adakah yang ingat dengan Suwanto, masinis yang dua tahun lagi pension itu harus meregang nyawa dengan berbagai tuduhan miring. Tidak ada kesempatan membela diri karena beliau langsung menghadap Yang Maha Kuasa. Sementara keluarga masinis teladan (dimata teman-temannya) itu menanggung beban mental yang tidak ringan.

Untuk mengenang kejadian pilu 10 tahun lalu, silakan di :

http://segudang-cerita-tua.blogspot.com/2010/02/selamat-jalan-pahlawan-keretaapi.html

Dan memang human error yang selalu dibesar-besarkan itu tidak menyelesaikan masalah tetapi justeru memperbesar angka kecelakaan keretaapi pasca meninggalnya Suwanto. Sampai sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline