Lihat ke Halaman Asli

Dinoto Indramayu

Belajar, belajar dan belajar....

Layak

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Tulisan panjang-lebar ini merupakan makalah yang saya kirim kepada Panitia City Changer 2014. Informasinya, makalah ini lolos seleksi, tetapi panggilannya terlalu mendesak sehingga saya tidak dapat melanjutkan proses di ajang bergengsi itu.

Namun, apa yang saya tulis ini mudah-mudahan berguna untuk semua. Aamiin YRA.
MEWUJUDKAN PERMUKIMAN LAYAK HUNI BERKELANJUTAN SECARA PARTISIPATIF

Perubahan terjadi setiap saat, tanpa henti.
Barang siapa tidak berubah, maka akan tergilas oleh perubahan itu sendiri.

Change or Die
Sebagai bagian dari masyarakat yang berpenghasilan terbatas, hanya dari satu sumber yaitu gaji, maka pengendalian penggunaan penghasilan menjadi faktor penting dalam kehidupan. Mulai dari kebutuhan primer, skunder sampai tersier.

Salah satu kebutuhan primer yang saat ini banyak dilupakan para pegawai adalah papan. Kemudahan mendapatkan hunian dengan cara kontrak baik kamar ataupun rumah sering menjadi pilihan.

Alasan lainnya adalah bahwa membeli rumah sangatlah mahal, penghasilan yang ada tidak akan mencukupi dan sebagainya. Padahal, mereka yang berprinsip demikian biasanya mempunyai kendaraan pribadi mulai dari motor sampai roda empat yang harganya akan lebih tinggio dari satu unit rumah layak huni.

Alasan lainnya adalah bahwa dengan cara mengkontrak kamar atau rumah maka jika sudah bosan atau tidak betah maka bisa segera mencari lokasi yang lain. Selain itu, jika mempunyai rumah sendiri maka setiap tahun harus menyediakan anggaran untuk pemeliharaan yang tidak sedikit.

Ada juga yang selalu pindah rumah dengan cara kontrak karena alasan sudah mempunyai rumah di tempat tinggal mereka sebelumnya. Pembelian rumah di dekat tempat tugasnya hanya akan menjadi pemborosan, karena suatu saat akan ditinggalkan.

Pada dasarnya berbagai alasan dan pertimbangan yang diberikan mereka adalah benar adanya, masing-masing mempunyai pertimbangan matang dengan pertimbangan untung-rugi menurut versi masing-masing. Kami lebih condong mengatakan bahwa hal ini tidak lain dari efek domino kehidupan sebelumnya.

Seperti generasi sebelumnya yang harus melalui pendidikan di luar tempat tingal orangtua, maka kehidupan pelajar atau mahasiswa tidak dapat dipisahkan dari kata tempat tinggal kontrak. Ada yang kontrak kamar, kontrak rumah beserta kawan-kawan ataupun hidup dalam asrama. Masyarakat menyebut mereka sebagai “kontraktor”.

Kepraktisan ini melekat sehingga ketika sudah mempunyai penghasilan tetap pun praktek sistem kontrak tempat tinggal terus dilakukan. Banyak alasan yang mendasari pemikiran mereka, tentu saja salah satunya adalah pengalaman hidup masa lampau.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline