Lihat ke Halaman Asli

Dini Yulianti

Mahasiswa

KB Pria (Vasektomi) dan Kesetaraan Gender

Diperbarui: 31 Oktober 2024   20:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

KB (Keluarga Berencana) merupakan salah satu program BKKBN yang tujuannya untuk menyeimbangkan antara kebutuhan dan jumlah penduduk. KB menekankan pada penggunaan alat kontrasepsi agar mencegah bahkan meminimalisir kehamilan yang tidak diinginkan. Gerakan ini memiliki Slogan "Dua anak cukup" yang dapat dimaknai sebagai usaha dalam menciptakan keluarga ideal dengan jumlah anak yang sesuai dengan kondisi ekonomi masing-masing. Program KB dinilai solutif karena terbukti dapat menurunkan angka kelahiran yang bermakna. KB biasanya identik dengan perempuan. Namun di sosial media kini sedang ramai pembahasan KB Pria yang dikenal dengan istilah Vasektomi yang menuai banyak pro dan kontra, terutama pada kalangan pria. Hal tersebut karena pria lebih tertarik untuk menunjukan kejantanannya dari pada ikut bertanggung jawab dalam perencanaan keluarganya, pria takut bahwa tindakan vasektomi akan melukai kehidupan seksnya, menyamakan tindakan vasektomi dengan pengebirian (kastrasi). 

KB jika dikaitkan dengan gender dapat melahirkan kekerasan gender, salah satunya kekerasan dalam bentuk pemaksaan strelisasi dalam Keluarga Berencana (enforced sterilization). Keluarga Berencana di banyak tempat ternyata telah menjadi sumber kekerasan terhadap perempuan. Perempuan seringkali dijadikan korban demi program tersebut, meskipun semua orang tau bahwa persoalannya tidak saja pada perempuan melainkan berasal dari kaum laki- laki juga. Namun, lantaran bias gender, perempuan dipaksa sterilisasi yang sering kali membahayakan baik fisik maupun jiwa mereka. di 

Sebuah wilayah di Banyuwangi bisa dikatakan sangat unik sebab berbeda dengan wilayah yang lain, Desa yang sangat kental akan kesukuannya itu berperan aktif dalam program KB. Sebuah studi baru di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, mengungkapkan bahwa tujuan penggunaaan KB milik pemerintah memiliki kesamaan dengan kontruksi etnis pada Masyarakat suku Using. Hal tersebut akhirnya melahirkan teknik mencegah kehamilan secara lokal melalui konsumsi ramuan tradisional. Kontruksi tersebut juga membuat vasektomi diterima secara sukarela oleh masyarakat suku Using, bahkan menjadi bentuk pembuktian kejantanan seorang laki- laki (suami) pada istrinya. Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa ketersediaan alat kontrasepsi khusus pria dan wanita merupakan salah satu bentuk perlawanan ketidakadilan gender

Berdasarkan penelitian tersebut vasektomi yang dilakukan sebagian besar masyarakat suku Using di Desa Kemiren, Banyuwangi dianggap sebagai sebuah bentuk perlawan dari ketidaksetaraan gender yang selama ini menempatkan perempuan pada kondisi tersubordinasi. Dimana biasanya hanya pihak perempuan yang wajib menggunakan alat kontrasepsi. Di Desa Kemiren pihak perempuan tidak diwajibkan oleh suaminya menggunakan alat kontrasepsi, tetapi laki- lakilah yang wajib menggunakan alat kontrasepsi (vasektomi) dengan kesadarannya sendiri karena merupakan suatu bentuk pembuktian kejantanan seorang laki- laki (suami) pada istrinya. Kontruksi etnis sebagai hasil dari konstruksi sosial yang dipahami sebagai proses internalisasi dan eksternalisasi budaya berkontrasepsi apabila ditekankan pada asumsi Berger dan Lucmann. Proses internalisasi dapat kita lihat ketika masyarakat memilih untuk ber-KB karena dainggap keharusan yang apabila tidak dilaksanakan akan dainggap melanggar aturan adat. Proses ekternalisasinya dilihat pada keikutsertaan masyarakat secara sadar untuk berpartisipasi pada program KB. Kuatnya pengaruh kontruksi sosial menghasilkan konsensus bahwa ber-KB adalah sebuah keharusan, bagi yang melanggar maka akan dikenakan sanksi sosial dan dapat pula berubah menjadi kemarahan kolektif.

Penggunaan alat kontrasepsi menunjukan bahwa ketersediaan alat kontrasepsi khusus pria dan wanita merupakan salah satu bentuk perlawanan ketidakadilan gender. Suku Using mampu menyeimbangkan penggunaan alat kontrasepsi wanita dan pria sebagai bentuk counter gender inequality. Membudayakan vasektomi dalam lingkungan masyarakat suku Using dan mengunggulkan berbagai bentuk manfaatnya hingga membentuk suatu paguyuban merupakan cara yang cukup ampuh untuk menyetarakan gender. Hal ini juga menunjukkan bahwa para laki-laki (suami) di Desa Kemiren sudah sadar akan Gender. Meskipun sebagian besar dari golongan ekonomi menengah kebawah, serta pendidikan yang rendah rendah dan belum paham betul konsep gender, namun desa tersebut sangat berperan aktif dalam program KB. 

Harapan peneliti agar sosialisasi tentang urgensi dan pentingnya penggunaan alat kontrasepsi pria dapat lebih dimasifkan dalam rangka meringankan posisi istri yang selalu menjadi pihak yang wajib memakai alat kontrasepsi. Selain itu agar dapat menyetarakan fungsi kedua pasangan untuk berkontribusi mengendalikan kelahiran melalui penggunaan alat kontrasepsi. Perlunya kesadaran dan kerjasama dari berbagai pihak terkait dalam merubah pandangan masyarakat tentang pentingnya peran suami untuk terlibat dalam penggunaan alat kontasepsi pria, sehingga ketidakadilan gender dapat diminamilisir. 

Link : https://www.e-jurnal.com/2016/04/vasektomi-sebagai-counter-gender.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline