Lihat ke Halaman Asli

Dini Tamara

Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional UPN "Veteran" Yogyakarta

Jalin Kasih antara Indonesia dan Malaysia dalam Hal Perdagangan Manusia

Diperbarui: 2 Desember 2023   00:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kita pasti sudah tidak asing lagi dengan isu human trafficking atau perdagangan manusia. Isu ini cukup meresahkan bagi masyarakat domestik dan internasional karena perdagangan manusia adalah kejahatan transnasional yang menjebak pria, wanita dan bahkan anak-anak dalam kondisi yang tidak manusiawi untuk keuntungan suatu oknum secara materil. Walaupun isunya kini sudah tidak asing lagi didengar dalam masyarakat, namun masih ada saja yang terjebak dengan perdagangan manusia karena dijanjikan gaji yang besar dan pekerjaan yang menjanjikan di luar negara. Maraknya perdagangan manusia ini terjadi karena permasalahan domestik di suatu negara seperti kurangnya lapangan kerja, kurangnya ilmu dalam bekerja dan tingginya tingkat kemiskinan sehingga tidak mendapat pembekalan yang layak (seperti akses berpendidikan) untuk dapat bekerja sesuai standar yang diinginkan oleh suatu perusahaan. 

Akses Menuju Negara Tujuan Perdagangan Manusia, Malaysia

Tidak usah jauh-jauh melihat ke negara lain, di negara kita, Indonesia masih banyak masyarakat yang terjebak dengan perdagangan manusia untuk lari dari kehidupan yang begitu-begitu saja. Banyak masyarakat Indonesia mengadu nasib di negara tetangga kita yaitu Malaysia karena anggapan dan stereotip bahwa bekerja di luar negeri akan lebih sukses. Selain itu, akses transportasi yang cenderung gampang dan di beberapa kasus penyelundupan manusia ke Malaysia untuk bekerja secara ilegal cenderung sering lolos tidak tertangkap. Berkaca dari kasus yang lalu, korban perdagangan manusia dari Indonesia banyak berasal dari kaum wanita bahkan anak-anak dan banyak merupakan orang-orang yang berasal dari desa dengan janji pekerjaan melalui suatu agensi. Selain itu, pemerintah Indonesia menetapkan 5 provinsi yang menjadi provinsi zona merah perdagangan manusia di Indonesia pada tahun 2017 yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Umumnya, korban ini dibawa ke negara tujuan yaitu Malaysia dengan rute kota asal - Batam - Malaysia atau kota asal - Kalimantan Barat - Malaysia. Batam dan Kalimantan Barat menjadi kota transit bagi korban perdagangan manusia karena lokasi geografis yang cenderung berdekatan dengan Malaysia. 

Perdagangan manusia ini adalah ancaman nyata tidak hanya untuk Indonesia dan Malaysia namun seluruh negara di dunia. Dalam beberapa kasus, perdagangan manusia ini banyak merugikan korban dan negara. Salah satu kasusnya di tahun 2013, korban perempuan muda berumur 19 tahun berinisial RJ berasal dari NTT dijanjikan untuk menjadi pembantu rumah tangga di Malaysia dengan janji gaji 7 juta. Korban RJ tanpa KTP, surat izin tertulis dari desa dan dokumen lainnya nekat berangkat ke Penang, Malaysia melalui Kota Batam. Namun, nahas RJ bukannya mendapatkan gaji 7 juta melainkan aniaya yang didapatkan oleh majikannya. Dari kasus ini, modus operandi digunakan oleh para pelaku untuk merekrut, memindahkan, dan eksploitasi korban. Modus yang dilakukan selalu sama yaitu merekrut korban dengan persona yang putus asa dalam mencari kerja dan gaji yang besar, kemudian memindahkan korban sambil membuat identitas palsu seperti paspor dan KTP untuk korban bisa masuk ke negara tujuan seperti Malaysia dan mengeksploitasi korban dengan cara kekerasan seperti dianiaya atau bahkan menyerang psikis korban. 

Upaya Indonesia dan Malaysia dalam Memberantas Perdagangan Manusia

Maraknya kasus perdagangan manusia ini sudah saatnya kita berantas bersama. Para korban TKI ilegal asal Indonesia di Malaysia juga perlu diselamatkan dengan proses pemulangan yang cepat, namun perlu juga diselidiki mafia perdagangan manusia yang sudah terlalu terorganisir ini. Selain itu, perlu adanya pendampingan korban perdagangan manusia setelah pemulangan dengan memberi rehabilitasi bagi korban yang dianiaya secara fisik dan psikis dan pembekalan untuk mencari kerja yang baik dan legal. Indonesia sendiri telah berkomitmen untuk menangani kasus perdagangan manusia ini dengan membentuk Bali Process sebagai forum pemberantas perdagangan manusia pada tahun 2002 beranggotakan 43 negara dan 3 organisasi internasional untuk membangun awareness suatu negara terhadap perdagangan manusia. 

Selain itu, Indonesia juga menandatangani protokol Palermo pada tahun 2000 dan meratifikasi protokol Palermo pada tahun 2009. Protokol Palermo ini terdiri dari protection yaitu menjaga privasi korban di bawah hukum domestik yang berlaku, prosecution berarti setiap negara harus mengadopsi legislatif untuk membuat hukum tentang perdagangan manusia dan prevention adalah keharusan setiap negara untuk membuat kebijakan dan program untuk mencegah aktivitas perdagangan manusia. Di protokol Palermo ini ada rangking untuk menentukan efektivitas hukum suatu negara yang berkaitan dengan perdagangan manusia. Dari tahun 2013 hingga sekarang, Indonesia menempati rangking kedua dalam perdagangan manusia berdasarkan laporan yang disusun oleh UNODC. Rangking kedua ini bermakna bahwa Indonesia sudah sesuai dengan protokol Palermo namun pengimplementasiannya masih lemah dan belum efektif. Bukan sebuah prestasi bagi namun ancaman bagi negara Indonesia karena keselamatan warga negara Indonesia yang menjadi tanggung jawab negara bisa saja terenggut karena perdagangan manusia yang berlarut.

Dalam kasus perdagangan manusia ini, Malaysia menjadi negara penerima korban perdagangan manusia karena lokasi geografis yang dekat dari Indonesia sehingga akses mobilisasi korban perdagangan manusia cenderung lebih gampang dan ketidak ketatnya peraturan imigrasi Malaysia sehingga banyak TKI ilegal yang dapat keluar - masuk wilayah Malaysia. Maka dari itu, perlu langkah konkrit dari Indonesia dan Malaysia untuk memberantas kasus ini dengan meratifikasi protokol Palermo, Indonesia juga membentuk Bali Process dan Malaysia kooperatif dengan menjadi salah satu anggota Bali Process dan terjalinnya kerjasama antara Indonesia dan Malaysia dalam Joint Police Cooperation Committee (JPCC) yang melibatkan POLRI dan PDRM untuk saling bertukar informasi dan berkoordinasi untuk mengamankan kawasan perbatasan agar terbebas dari kejahatan transnasional seperti perdagangan manusia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline