Lihat ke Halaman Asli

Andrastea

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Purnama tesenyum indah

Dan bintang-bintang bertepuk tangan

Jadi, apa alasannya hingga kesedihan dapat mencekik dan membunuh kita?



Saat aku berusia 16 tahun dan duduk di kelas 11 SMA, kejadian mengejutkan benar-benar terjadi. Aku bisa melihatnya, menyentuhnya dan benar-benar bisa bersamanya, Yupiter.

Andrastea, nama yang aneh tapi, aku senang sekali dengan namaku. Namaku adalah nama satelit yang selalu mengitari Yupiter. Yupiter adalah planet yang besar, walaupun Yupiter tidak memiliki cincin seperti Saturnus, Yupiter tetaplah indah dimataku.

Di malam yang cerah, aku berbaring di atap rumahku. Melihat jauh ke langit, Indah. Pernah aku membayangkan, bila aku berada di luar angkasa, jauh dari bumi pasti aku akan bisa melihat pemandangan yang jauh lebih indah. Aku akan melihat bumi bagaikan bola kecil yang mengelilingi bola-bola lain yang bersinar, matahari namanya.

Aku menjauh dari bumi. Disini aku sendirian tidak ada yang menjadi temanku. Bagiku di bumi sangatlah sulit. Banyak hal-hal yang sukar aku pahami, banyak hal-hal yang membuat aku sedih.

14 Februari, hari yang kelabu. Lea, melemparku dengan bola basket dan aku pun pingsan. Saat aku tersadar sudah ada banyak orang disekitarku. Beberapa teman kelas dan guru. Tak pernah aku membayangkan mereka ada didekatku, maksudku sedekat ini. Aku bangun dan tersenyum.

"Asti, kamu ngapain sampai pingsan begini." Ucap bu Linda, begitu keras sampai kupingku agak berdengung, "Kamu kan nggak bisa main bola basket, jangan dekat-dekat lapangan basket dong!"

"Dasar anak lemah, baru kena bola gitu aja udah pingsan." sambung yang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline