Secara keseluruhan musibah yang terjadi karena bencana alam gempa dan tsunami meninggalkan cerita yang berbeda-beda di berbagai wilayah dalam provinsi Aceh yang terkena hantaman tsunami. Pertama, Aceh Besar yang kecamatan tersebut sangat parah terkena hantaman tsunami, yaitu: kecamatan Lhoeng, Leupong, Lhoknga, Pekan Bada, Puloe Aceh, Baitussalam, dan Mesjid raya, menariknya di tengah dahsyatnya ombak tsunami Aceh 2004, bangunan mesjid Raya Baiturrahman ini tidak goyah sedikit pun dan masih berdiri kokoh. Kedua, Kota Banda Aceh, lebih kurang 4 kecamatan mengalami hantaman tsunami yang sangat parah. Ketiga, Aceh Jaya yang hampir semuanya berada pada daerah pesisir pantai. Keempat, kabupaten Aceh Barat. Semua Kecamatan dan Desa yang berada di dalam 4 kabupaten tersebut di atas sebahagian besarnya terkena hantaman tsunami dan kehilangan hampir semuanya, baik jiwa maupun rumah dan harta benda. Kondisi ini telah membuat masyarakat yang selamat dalam peristiwa tsunami tersebut merasa sedih berkepanjangan dan bahkan trauma berat.
Museum Tsunami Aceh merupakan tempat bersejarah yang dibangun untuk mengingatkan kepada generasi yang akan mendatang mengenai kejadian bencana gempa dan tsunami di Samudera Hindia pada tahun 2004 silam yang merenggut 227 ribu korban. Di dalam monumen museum tsunami terdapat terdapat sebuah lorong kecil dengan pencahayaan minim. Lorong ini membuat emosi campur aduk di sisi kiri dan kanannya ada air terjun yang mengeluarkan suara gemuruh air, kadang memercik pelan, kadang bergemuruh kencang. Sesaat suara-suara itu mengingatkan kembali pada kejadian tsunami 26 Januari 2004 yang melanda. Setelah itu ada ruang bernama The Light of God yang terdapat ratusan ribu nama korban dari bencana Tsunami Aceh, namun sangat di sayangkan pada saat berkujung ruang ini sedang ada perbaikan sehinggah tidak dapat masuk keruangan tersebut.
Tampilan Museum Tsunami Aceh ini merupakan tunnel of sorrow yang menggiring ke suatu perenungan atas musibah dahsyat yang diderita warga Aceh sekaligus kepasrahan dan pengakuan atas kekuatan dan kekuasaan Allah dalam mengatasi sesuatu. Sementara itu, lantai atas terdapat jembatan perdamaian. Di jembatan akan terlihat kondisi lantai satu yang merupakan tempat terbuka dengan kolam di bagian tengah. Serta ada prasasti berbentuk batu bulat yang bertuliskan beberapa negara yang ikut serta membantu Aceh ketika tsunami menenggalamkan ribuan orang di Aceh. Jika melihat ke atas jembatan maka akan terlihat bendera yang bertuliskan damai dalam beberapa bahasa dari negara-negara yang membantu Aceh saat bencana tsunami Aceh terjadi.
Di dalam monumen museum tsunami terdapat lorong kebingungan yang menggambarkan orang-orang yang selamat dari peristiwa korban tsunami. Selain memikirkan keluarga yang hilang tidak tahu jasadnya, juga memikirkan bagaimana ia akan menjalani hidup kedepan. Secara psikologis banyak korban yang merasa terganggu pasca tsunami sehingga tanpa ia sadari apakah itu benar, atau hanya ilusi, mereka yang selamat dari musibah tersebut sering kali bercerita yang kurang masuk dalam pikiran dan akal sehat. Hayalan, atau illusi yang dirasakan oleh korban yang selamat merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri oleh siapapun dan itu merupakan salah satu bentuk respon psikologis dari peristiwa traumatis yang dialami oleh setiap korban, dan apabila ini tidak ditangani dengan baik dan terencana serta berkelanjautan akan berdampak kepada PTSD atau Post Traumatik Stress Disorder.
Dampak yang di alami korban dalam peristiwa traumatic tsunami adalah ada dua aspek yaitu: pertama trauma fisik seperti patah tangan puntung kaki, luka-luka akibat hantaman kayu, beton dan berbagai benda yang hanyut dan terbawa dalam gelombang tsunami, luka-luka tersebut akan meninggalkan parut yang tidak akan pernah terlupakan seumur hidupnya. Kedua, trauma psikis banyak terjadi pada korban pasca tsunami adalah sedih berkepanjangan, tertekan, gugup, cemas berlebihan, merasa bersalah, stress, dan depresi. Semua bentuk trauma tersebut seharusnya perlu penangan yang representative dari semua pihak terutama keluarga terdekat, lingkungan dan pemerintah sebagai penanggung jawab dalam suatu komunitas.
Namun penanganan yang sering diterima pasca tsunami adalah penanganan secara fisik, karena pasca tsunami banyak tenaga kesehatan yang menawarkan bantuannya. Tetapi secara psikologis tidak secara khusus, padahal bencana yang sesungguhnya adalah dampak dari psikogis ini, karena dapat menggangu kecedasan intelektual, emosional dan perilaku. Jadi pada masa krisis semua orang menangani berbagai cara untuk mengobati luka fisik, sedikit sekali dalam masyarakat Aceh yang mencoba menangani luka psikologis, seperti bagaimana mengurangi rasa kesedihan yang dalam, bagaimana mengendalikan amarah, benci dan bagaimana mengatasi kecemasan, ketakutan dan sebagainya akibat dari gelombang tsunami.
Peristiwa gempa sendiri tidak dapat dikendalikan, namun orang dapat bertindak meminimaikan resiko dari adanya gempa. Dampak gempa dapat diminimalisasi antara lain dengan rumah yang kokoh. Sebagian gempa tergolong terkategori ringan sampai. Kalau gempa demikian terjadi, rumah-rumah yang tahan gempa akan kokoh, sementara rumah-rumah yang tidak dirancang tahan gempa akan bertumbangan. Oleh karena itu salah satu hal yang perlu digalakkan adalah pembanguhan rumah yang tahan gempa.
Dalam kenyataanya, gempa tidak dapat diprediksi hari, jam, menit, dan detik kejadiannya. Namun, satu hal sudah diprediksi bahwa daerah-daerah tertentu adalah daerah yang rawan gempa, dan karenanya bila masyarakat tahu bahwa mereka tinggal di tempat yang beresiko, maka pengetahuan itu akan dapat dijadikan titik tolak bagi adanya kesiapan psikologis. Jadi, yang penting dilakukan oleh pemerintah, ahli gempa, dan siapa saja yang peduli gempa, dengan memberikan pengetahuan objektif tentang daerah gempa kepada masyarakatnya, sehingga masyarakat memiliki pengetahuan dan selanjutnya persiapan psikologis.