Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) merupakan proses penting dalam sistem pendidikan yang memastikan setiap siswa memiliki akses yang adil dan merata untuk mendaftar ke lembaga pendidikan. Terdapat beberapa perubahan pada sistem PPDB untuk menemukan sistem yang terbaik untuk pendaftaran siswa baru salah satu perubahan sistem tersebut yaitu sistem zonasi.
Sistem zonasi pertama kali diberlakukan ke dalam sistem pendidikan pada tahun ajaran 2017-2018. Sistem zonasi PPDB merupakan jalur pendaftaran bagi siswa sesuai dengan ketentuan wilayah zonasi domisili yang ditentukan pemerintah daerah. Tujuan dari diberlakukannya sistem zonasi adalah untuk mendukung layanan pendidikan Indonesia yang merata.
Jadi, tidak ada lagi sekolah favorit dalam sistem pendidikan di Indonesia. Secara umum, diterapkannya sistem zonasi untuk mengubah paradigma yang sudah lama melekat pada sistem pendidikan Indonesia. Selama ini hanya anak-anak terbaik dan berprestasi saja yang dianggap bisa masuk ke sekolah unggulan atau sekolah favorit.
Itulah mengapa, sistem zonasi diluncurkan agar tidak lagi paradigma seperti itu. Namun, dalam beberapa tahun terakhir banyak daerah di Indonesia menerapkan sistem zonasi sebagai mekanisme pendaftaran siswa dalam proses PPDB mendapat banyak polemik dari sistem zonasi tersebut. Banyak kalangan yang merasa bahwa sistem zonasi ini memiliki banyak kelemahan pada sistem zonasi ini mulai dari guru, orang tua bahkan siswa itu sendiri. Hal tersebut menjadi topik perbincangan di berbagai media elektronik dan media sosial.
Banyak kalangan yang mengecam kebijakan tersebut namun tidak sedikit yang mendukungnya. Namun, pihak pemerintah tetap menerapkannya kepada setiap sekolah di Indonesia. Banyak yang merasa sistem zonasi PPDB adalah halangan masuk ke sekolah impian.
Dari sekian banyak hal negatif yang diutarakan masyarakat mengenai penerapan sistem zonasi ini, namun ternyata ada dua hal yang bisa dikatakan menjadi keluhan banyak orang.
Berikut merupakan sisi negatif yang dirasakan masyarakat dari sistem zonasi:
1. Ada kemungkinan untuk memalsukan domisili
Para orang tua jelas ingin yang terbaik untuk Sang Anak, berbagai cara mungkin dilakukan oleh orang tua agar Sang Anak dapat bersekolah di sekolah yang unggul dan berkualitas, mungkin juga dengan cara yang salah. Mengetahui bahwa kartu keluarga yang telah dikeluarkan 6 bulan sebelum proses seleksi menjadi tolak ukur diterima atau tidaknya seorang siswa di sekolah tersebut, maka bukan tidak mungkin pula jika salah satu anggota keluarga tersebut memperbarui kartu keluarganya jauh-jauh hari agar Sang Anak dapat masuk ke sekolah yang ia inginkan. Hal tersebut juga sudah banyak terjadi di beberapa kota, misalnya seperti di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung.
2. Terkesan membatasi pilihan siswa
Sistem zonasi dapat membatasi pilihan sekolah bagi siswa dan orang tua. Apalagi dengan adanya sistem pendidikan yang tidak merata di beberapa daerah Indonesia. Jika sekolah yang berada di dalam zona atau daerah tidak memenuhi preferensi atau kebutuhan siswa, mereka mungkin tidak memiliki opsi untuk memilih sekolah di luar zona atau daerah tersebut. Hal ini dapat menjadi kendala bagi siswa dengan minat khusus atau kebutuhan pendidikan yang spesifik. Maka dari itu, mereka menyarankan agar pemerintah melakukan penyebaran serta pemertaan sekolah terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menerapkan sistem zonasi seperti ini.