Pemerintah telah meluncurkan UU tentang Tapera ( tabungan perumahan rakyat) dengan menerbitkan Peraturan Presiden (PP) No. 21/2024, yang merupakan aturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 4/2016 tentang Tapera. Perlu diketahui bahwa program Tapera ini sudah ada sejak tahun 1993, akan tetapi bukan Tapera namanya. Pada waktu itu namanya adalah Bapetarum PNS, namun kebijakan ini hanya ditujukan kepada PNS.
Mengapa program tersebut hanya ditujukan kepada PNS?. Hal ini disebabkan karena pada waktu itu PNS memiliki keterbatasan dalam membayar uang muka KPR, disisi lain mereka juga membutuhkan kebutuhan papan yang layak dihuni. Pada tahun 2016 UU Tapera telah disahkan, kemudian diturunkan lagi (PP) No. 25/ 2024.
Penurunan tersebut menyatakan bahwa perserta Tapera bukan dari golongan PNS saja, akan tetapi dari golongan karyawan swasta, karyawan mandiri bahkan pekerja asing. Adapun pengeluaran iuran meliputi 2,5 % untuk karyawan swasta, 5% untuk perusahaan, dan 3% untuk pekerja mandiri.
Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menjelaskan bahwa, pemerintah telah memiliki program FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan) untuk pengadaan rumah yang lebih murah. Akan tetapi, Heru juga mengatakan, jika kemampuan APBN untuk FLPP hanya mampu mengeluarkan 250 ribu unit setiap tahunnya.
"Di sisi lain, setiap tahun ada 700 ribu sampai 800 ribu keluarga baru", katanya. Jadi, jika hanya mengandalkan FLPP, pemenuhan kebutuhan rumah tidak mungkin bisa terkejar. Maka dari itu skema Tapera dibuat dengan semangat gotong royong. Termasuk kepada pekerja yang telah memiliki rumah.
Selain itu Heru menuturkan dengan sistem gotong royong dari Tapera, fasilitas KPR untuk para pekerja yang membutuhkan rumah dapat lebih rendah . Yakni menjadi 5 persen pertahun. Jauh dari bawah suku bunga KPR umum yang memiliki rata-rata di angka 11 persen pertahun. Dikutip dari "Jawa Pos" pada Sabtu, 1 Juni 2024 yang berjudul "Akui Tapera Belum Terisolasikan".
Sebenarnya program ini menjadikan beban bagi masyarakat, banyak dikalangan pebisnis yang merasa keberatan dengan program ini. Mereka menekankan bahwa tidak semua perusahaan mampu menanggung tambahan iuran wajib di luar iuran yang sudah ada. Bukan hanya itu, bahkan banyak karyawan dan buruh juga merasa sangat keberatan dengan adanya program ini.
Mengapa demikian?, bukankah kebijakan pemerintah dalam program ini mampu mempermudah masyarakat mendapat hunian layak?. Hal ini disebabkan karena iuran yang dipotong dari gaji mereka sebesar 2,5 % mampu mengurangi biaya hidup mereka. Apalagi banyak juga perusahaan yang akan tutup, kemudian menyebabkan PHK massal.
Beberapa Tanggapan mengenai kebijakan ini salah satunya Said Iqbal selaku KSPI (konfederasi serikat pekerja Indonesia) mengatakan bahwa para buruh khawatir jika iuran dari program tapera mampu membuat mereka hanya membawa slip gaji saja tiap bulan "Dalam kesempatan ini menyampaikan kepada Bapak Presiden Jokowi , bisa-bisa para buruh pulang ke rumah cuma bawa slip gaji, ini smemberatkan di tengah daya beli buruh yang turun 30% akibat upah naik 1,58%, sedangkan inflasi 8%, ditambah lagi Tapera sebesar 2,5%.
Selain itu, Said juga mengungkapkan kekhawatiran buruh terkait transparansi pengelolaan dana Tapera yang berpotensi menjadi lahan korupsi baru. Dikutip dari " VIVA" yang di tulis oleh Bayu Nugraha dan Andrew Tito, pada Jum'at, 7 Juni 2024.