Lihat ke Halaman Asli

dini fitriahw

Mahasiswa Sosiologi FISIP UB

MELAWAN STIGMA : Kisah Perempuan Indonesia Hidup Dengan HIV/AIDS

Diperbarui: 9 November 2024   11:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Kemenkes RS Radjiman Wediodiningrat

Indonesia (09/11/2024)--Di Indonesia, hidup dengan HIV/AIDS sering kali disertai dengan tantangan besar berupa stigma sosial dan moral. Perempuan yang hidup dengan HIV/AIDS menghadapi tekanan moral yang mendalam, yang dalam kajian sosiologis disebut sebagai "moral injury" atau cedera moral. Hal ini terjadi karena masyarakat cenderung mengaitkan HIV/AIDS dengan perilaku yang dianggap menyimpang dari norma sosial, terutama dalam konteks agama. Menurut penelitian yang dilakukan Iim Halimatusa'diyah, pengalaman perempuan Indonesia yang hidup dengan HIV/AIDS adalah contoh nyata bagaimana cedera moral ini bisa menghancurkan kepercayaan diri, tetapi juga dapat menjadi kekuatan untuk berjuang bersama demi pengakuan dan penerimaan sosial.

Hal yang ironis adalah, banyak perempuan yang terinfeksi HIV/AIDS bukan karena perilaku berisiko, melainkan karena terinfeksi dari pasangan mereka. "Saya tidak pernah menyangka akan terinfeksi HIV/AIDS. Sebagai ibu rumah tangga yang setia pada suami, saya sangat terpukul saat mengetahui status saya," tutur salah satu responden dalam penelitian tersebut. Kisah ini mencerminkan realitas bahwa HIV/AIDS dapat menimpa siapa saja, termasuk mereka yang merasa telah menjalani hidup sesuai dengan norma masyarakat.

Cedera moral yang dialami para perempuan ini tidak hanya datang dari pandangan masyarakat, tetapi juga dari dalam diri mereka sendiri. Stigma internal atau "self-stigma" sering kali membuat para perempuan ini merasa malu dan enggan membuka diri. Bahkan, banyak dari mereka menyembunyikan status HIV dari keluarga dan lingkungan sosialnya. Rasa takut akan penghakiman inilah yang memperkuat cedera moral mereka.

Sumber: Kementerian Kesehatan Indonesia (2017)

Namun, di tengah beratnya beban psikologis ini, dukungan dari keluarga, teman, dan kelompok sebaya memiliki peran penting dalam memulihkan kepercayaan diri. "Ketika seorang perempuan dengan HIV/AIDS bisa menerima dirinya, ia akan lebih kuat untuk melanjutkan hidupnya," ungkap salah satu informan yang kini menjadi konselor untuk para penyintas HIV/AIDS. Kelompok dukungan seperti Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) juga membantu para perempuan ini membangun solidaritas, berbagi pengalaman, dan mendukung satu sama lain dalam menghadapi tantangan hidup.

Partisipasi aktif dalam organisasi HIV/AIDS juga membantu mereka meraih kembali harga diri dan hak mereka. Dengan terlibat dalam kampanye dan advokasi kebijakan publik, mereka berjuang untuk pengakuan dari negara dan masyarakat. Melalui usaha ini, mereka tidak hanya menguatkan diri, tetapi juga membuktikan bahwa mereka adalah anggota masyarakat yang berharga.

Pengalaman perempuan yang hidup dengan HIV/AIDS di Indonesia ini menunjukkan bahwa dukungan dan pengakuan dari lingkungan sosial sangat penting dalam proses pemulihan cedera moral. Transformasi cedera moral menjadi kekuatan untuk berjuang tidak hanya berdampak positif bagi individu, tetapi juga menjadi jalan bagi perubahan sosial yang lebih inklusif dan menghargai hak-hak mereka yang hidup dengan HIV/AIDS.

Referensi:

Halimatusa'diyah, I. (2019). Moral injury and the struggle for recognition of women living with HIV/AIDS in Indonesia. International Sociology, 34(6), 696-715.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline