Teori pengukuran sendiri dibutuhkan karena dua alasan yang pertama teori dipakai sebagai dasar pengembangan alat ukur yang mana teori menjelaskan asumsi atau kondisi ideal mengenai pengukuran atau alat ukur. Kedua,teori dipakai sebagai dasar evaluasi alat ukur,kualitas alat ukur yang dikembangkan dievaluasi berdasarkan teori tersebut.
Teori pengukuran memiliki 2 bagian yaitu, teori skor murni klasik dan tes modern. Pada teori skor murni klasik memiliki rumusan sebagai berikut :
X = T + E
X = Skor Tampak
T = Skor Murni
E = Eror Pengukuran
Contoh dari bentuk - bentuk skor tampak adalah skor mentah,skor terstandar,skor tes,skor subtes,skor persentil. Namun manusia bisa memprediksi dan mengestimasinya harga dari skor murni ini. Eror sendiri adalah sesuatu yang menyesatkan yang menyebabkan informasi yang dihasilkan dari sesuatu menjadi tidak akurat.
Pengertian tersebut sama dengan incorrect tetapi memiliki perbedaan antara eror dan incorrect yakni apabila eror ialah kesalahan yang menyesatkan sehingga informasi yang benar menjadi memiliki rendah unsur kebenarannya. Selain itu incorrect merupakan kesalahan yang dikarenakan pengambilan keputusan yang diambil tidak sesuai dengan sesuatu yang dijadikan acuan.
Eror pengukuran dapat membuat skor tampak menjadi lebih rendah dari skor murni. Namun jika di rata - ratakan maka,rerata eror adalah 0. Ketika di tes dengan alat ukur yang sama sebanyak ribuan kali (tanpa kelelahan,kebosanan,faktor belajar). Pada prinsipnya menyatakan bahwa eror pengukuran menimpa pada individu secara acak.
Tidak pandang bulu,kemampuan tinggi atau rendah semuanya mendapat eror. Baik ukurannya besar atau kecil,maupun arahnya positif atau negatif. Korelasi antara T dan E sangat tinggi. Prinsip ini tidak berlaku di teori pengukuran klasik,karena besarnya angin (eror) menerpa siapa saja dengan kuantitas yang secara acak. Prinsip ini tidak berlaku di teori pengukuran klasik, karena besarnya angin (eror) menerpa siapa saja dengan kuantitas yang secara acak.
Untuk mendapatkan informasi skor murni,pengukuran secara berulang - ulang agar distribusi eror mendekati 0 dan rerata skor tampak mendekati harga skor murni. Untuk mendapatkan informasi skor murni,lakukan pengukuran dengan tes yang panjang (banyak butir) agar distribusi eror mendekati 0 dan rerata skor tampak mendekati harga skor murni.
Selain teori tes klasik dan modern ada pula bagian dari teori tes modern dan merupakan perbaikan dari teori klasik yang dikenal sebagai teori respon butir. Ada beberapa upaya untuk memadukan subjek dan butir dalam satu skala. Tingkat kesulitan butir (P) : P butir-1 = 0,5 dan butir-2 = 0,3. Belum tentu butir -2 lebih sulit dibanding dengan butir -1.
Selanjutnya pada daya diskriminasi, daya butir diamsumsikan didapatkan dari subjek dengan level secara umum, reabilitasnya berdasarkan pada karakteristik sampel. Untuk hasil pemaduaan antara subjek dan butir di dapatkan parameter butir bersifat invarian pada kelompok 2 di dalam populasi kemudian parameter reabilitasnya bersifat invarian pada setiap butir di dalam tes.
Analisis regresi linier memiliki persamaan sebagai berikut : Y = B0 + B1 + E. B0 = Intersep sendiri menunjukan nilai unit ketika B1= 0 sedangkan B1 = Slope/Kemiringan memiliki tiga makna yakni : 1.) Menunjukan peranan X terhadap perubahan Y, 2.) Semakin besar semakin besar peranan tersebut, 3.) Dalam psikometrika,slope dapat mempresentasikan butir-total.
Selain itu pula ada yang disebut parameter kemiringan slope yaitu, kemiringan garis menunjukan besarnya kontribusi itu dalam membedakan (mendeskriminasikan) kemampuan (atau ciri sifat) yang diukur. Kemudian jika semakin miring semakin besar pula kontribusinya. Selanjutnya jika kemiringan garisnya terbalik,misalnya sebuah butir justru mengukur kemalasan padahal ada di dalam tes yang mengukur kerajinan.