Lihat ke Halaman Asli

Anomali saat Sidang Paripurna RUU Pilkada.

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

1.Ketua Panja  Abdul Hakam Naja menyatakan bahwa Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah menyetujui sembilan dari sepuluh syarat yang diajukan Partai Demokrat. Pertanyaannya jika panja menyetujui 9  syarat tersebut, kenapa hal tersebut tidak  digabungkan dengan opsi yang diusulkan oleh PDIP yaitu pilkada secara langsung, malah anggota fraksi partai demokrat menyatakan bahwa usulan tersebut tidak tembus saat panja dilakukan.  Pernyataan siapa yang benar ketua panja, atau anggota fraksi demokrat?

2. Arahan SBY sudah jelas bahwa dirinya secara pribadi dan Partai Demokrat menginginkan pemilukada secara langsung dipilih oleh Rakyat.  Yang artinya bahwa partai demokrat di Paripurna nantinya bakal memberikan suaranya secara utuh untuk pilkada langsung oleh rakyat, tapi kenyataannya fraksi partai demokrat justru lebih mememaksakan kehendaknya untuk menjadikan pemikiran mereka  pilkada langsung dengan sepuluh syarat sebagai opsi ketiga, dan karena merasa tidak terakomodir maka mereka lebih memilih untuk bersikap walk out atau netral.  Jika walk out atau bersikap netral itu mempunyai arti  tidak mendukung  bahkan bertentangan dengan arahan yang diberikan ketum partai demokrat Pak SBY untuk mendukung pemilihan secara langsung.  Tidak terbayangkah tindakan walk out ini justru memberi angin segar bagi opsi kedua untuk memenangkan voting RUU Pilkada. Tidak terbayangkan bagaimana perasaan Pak SBY saat menandatangani sesuatu hal yang justru berbeda 180 derajat dari apa yang beliau inginkan.

3. Ruhut bilang bahwa ada sms dari Pak SBY untuk walk out dan sumbernya dari Max Sopacua. di sisi lain Pak SBY bilang sungguh berat untuk menandatangani hal yang sangat bertentangan dengan nuraninya, dan sangat kecewa dengan hasil voting yang telah diketuk palu oleh DPR mengenai RUU Pilkada. Pertanyaannya kenapa beliau sampai kecewa tak ada satu pun baik ketua fraksi anggota fraksi, sekjen ketua harian  atau pun mendagri yang memberikan pemberitahuan mengenai situasi terkini paripurna DPR kepada Pak SBY,   Pak SBY malah  menyatakan kecewa   dan akan mengambil langkah politik setelah palu telah diketuk oleh DPR.  Siapa yang  yang akan bertanggung jawab dalam hal misunderstanding  ini

4. PDIP terus mencecar Partai Demokrat sebagai biang kerok kekalahan voting dalam RUU Pilkada itu, tanpa juga melakukan introspeksi kekurangan atau kesalahan anggota fraksinya saat itu. Seharusnya jika memang satu visi dan misi yaitu menjebolkan pilkada langsung  di DPR seharusnya PDIP bahu membahu bersama demokrat dan partai lain untuk saling mengakomodir dan memaksa forum paripurna menerima usulan demokrat untuk kemenangan voting pilkada langsung saat itu,  dan pada saat demokrat walk out karena merasa usulannya tidak terakomodir, kenapa PDIP dan partai pendukung pilkada langsung tidak ikut walk out juga bersama partai demokrat, sehingga bila itu terjadi maka akan terjadi deathlock dan akan diteruskan oleh parlemen selanjutnya yang nota bene  anggota dewannya banyak dikuasai oleh PDIP sendiri.

5. Dengan terus menyalahkan SBY dan Partai demokrat, benarkah mereka benar benar merasa terkhianati oleh sikap demokrat atau ada motif politik lain, dalam upaya untuk menurunkan kredibilitas pemerintahan SBY di mata rakyat, dan seolah takut pemreintahan selanjutnya dibayang bayangi oleh nama besar Pak SBY.

6. Untuk koalisi merah putih yang telah memenangkan voting paripurna, cobalah tanya nurani kalian apakah pemilukada yang dipilih oleh DPRD sesuai dengan demokrasi dan telah mampu mengakomodir aspirasi rakyat, atau memang hanya kepentingan anda untuk menunjukkan kepada rakyat bahwa koalisi anda lebih kuat dari koalisi pendukung pilkada langsung, atau dalam artian hanya bermaksud meninggikan image koalisi anda di mata rakyat. Kalau memang untuk rakyat, seharusnya didukung dunk usulan partai demokrat untuk uji publik sehingga rakyat benar benar tahu opsi apa yang paling tepat untuk mereka.

Bapak dan ibu wakil rakyat sudah seharusnya kalian merakyat, dan bukan merampas hak rakyat. Pilkada langsung adalah hak rakyat dalam memilih pemimpinnya yang amanah, kenapa kalian rampas dengan ego kalian yang syarat akan kepentingan yang mengatasnamakan rakyat dan berkedok demokrasi. Jangan salahkan rakyat bila saat ini rakyat tertegun dan terdiam dan tak peduli lagi mau dibawa ke mana republik ini.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline