Tak ada papan nama terpampang di depan rumah ini. Bentuknya pun sama seperti rumah biasa di kawasan gang kecil, namun siang itu banyak orang datang silih berganti masuk ke dalam rumah bercat kuning itu. Rasa penasaran membuat saya mendekati pintu masuk rumah.
Di dalam ruang tamu terlihat empat orang dengan santai makan di kursi tamu yang tersedia di dalam dan beberapa tampak bergerombol di pintu dapur. Ternyata ini adalah warung legendaris yang berdiri hampir empat puluh tahun lalu.
Warung nasi campur ini dikenal dengan nama warung gang buntu Arema dan bahkan ada pula yang memberi nama warung Ayam Goreng Ndelik (bersembunyi) karena memang posisinya yang tak terlihat dari jalan raya. Siapa yang menyangka di gang buntu sepert ini ada sebuah warung legendaris yang unik.
Karena para pembeli bisa langsung memesan di pintu dapur jadi kita bisa mengintip isi dapur warung ini. Dengan ukuran yang tak terlalu luas, di dapur ini terdapat sebuah rak kayu bertingkat dua dengan beberapa piring berisi lauk pauk dan bakul nasi serta panci berisi sayur.
Di sisi sebelah kanan dapur tampak pula berjajar tiga buah kompor arang yang tengah menyala dengan panci diatasnya. Kompor arang?? Ini yang membuat saya penasaran, saya pun bertanya pada pemilik warung. Menurut penuturan Kusmiati, generasi kedua warung ini, usaha yang dirintis oleh ibunya yaitu Bu Riama ini tidak pernah menggunakan kompor minyak tanah ataupun kompor gas untuk memasak tapi hanya menggunakan kompor arang.
Alih-alih mempermudah memasak, Bu Riama justru kuatir jika kompor modern itu akan meledak jika digunakan. Jadi ini adalah ciri khas yang tak pernah berubah selama 38 tahun warung ini berdiri. Dan menurut para pelanggan, rasa masakan dengan kompor arang ini menjadi lebih enak dan sedap.
Selain itu cara memasak ayam goreng juga menjadi salah satu faktor keunikan disini. Tak seperti pada umumnya ayam yang diungkep dulu sebelum digoreng, disini ayam hanya diberi tepung bumbu biasa dan tambahan garam dapur namun hasilnya bisa matang dan garing. Nyam
Awalnya Bu Riama membuka warung bubur jenang dan rujak di tahun 1970an lalu pada tahun 1982 beralih menjual nasi atas permintaan mahasiswa yang kala itu banyak bertempat di kos sekitar warung. Dengan harga yang terjangkau, tak heran bila saat itu Bu Riama bisa menjual hingga ratusan porsi masakan dalam sehari.
Walaupun kini pembeli mahasiswa tak sebanyak dulu namun ternyata semakin banyak pelanggan dari kalangan kantor kabupaten Malang dan juga pegawai Bank yg terdapat di sekitar Kidul Dalem. Bahkan pemilik warung kini juga melayani pesan-kirim makan siang ke kantor-kantor lewat telepon.
Menu khas di warung gang buntu ini adalah nasi semur daging, nasi campur ayam goreng dan urap-urap , nasi sop dengan ayam goreng juga ada menu sate komoh yang gurih dan empuk. Selain itu tersedia pula mie goreng, dadar jagung, perkedel, bothok dan mendol sebagai menu pelengkap.
Sepeninggal Bu Riama pada tahun 1990, usaha ini lalu diteruskan oleh anak-anaknya ; Titik, Suyanto dan Kusmiati. Setiap pagi Bu Kusmiati bertugas berbelanja di Pasar Kebalen yang tak jauh dari rumahnya untuk membeli bahan baku masakan berupa sayur dan ayam potong.