Lihat ke Halaman Asli

Gading Satria Nainggolan

Pengacara pada Gading and Co. Law Firm

Perlindungan Hukum bagi Pembeli yang Baik

Diperbarui: 8 Juli 2024   16:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Penulis

Author: Gading Satria Nainggolan, S.H., M.H. (Managing Partner of Gading & Co. Law Firm)

Proses jual beli dapat terjadi karena adanya kata sepakat di antara penjual dengan pembeli untuk melakukan suatu transaksi. Kesepakatan itu adalah mengenai penjual yang akan menyerahkan objek yang dijual kepada pembeli, sementara di sisi lain, pembeli akan menyerahkan sejumlah uang kepada penjual sebagai penggantian nilai dari barang yang dibeli dari penjual.

Namun, setelah terlaksananya suatu transaksi, sering kali terdapat permasalahan di antara penjual dengan pembeli, yang dikarenakan salah satu pihak, baik penjual maupun pembeli, merasakan adanya tindakan dari pihak lain yang telah merugikan dirinya di dalam proses jual beli tersebut. Bahkan tidak jarang permasalah dalam jual beli tersebut berujung menjadi sengketa di meja hijau (pengadilan).

Salah satu permasalahan dalam transaksi jual beli yang sering kali berujung pada proses hukum di pengadilan adalah jual beli tanah dan bangunan. Proses jual beli tanah dan tangunan memang sangatlah kompleks karena melibatkan suatu objek benda tidak bergerak yang memiliki banyak sekali aspek hukum. Aspek hukum yang biasanya melekat pada tanah dan bangunan adalah hukum waris, hukum perdata, hukum pidana, dan lain sebagainya. Transaksi jual beli benda tidak bergerak jelas sangat berbeda dengan transaksi jual beli benda bergerak yang relatif jauh lebih mudah dan murah, karena pada umumnya dapat dilakukan secara seketika pada saat beralihnya objek jual beli.

Apabila dilihat dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) dari website setiap pengadilan yang ada di seluruh Indonesia, setiap tahun buku yang baru akan selalu ada sengketa pertanahan. Namun dalam artikel ini, sengketa yang dimaksudkan terbatas pada sengketa yang terjadi karena adanya pihak yang keberatan (menggugat) atas terjadinya proses jual beli terhadap tanah dan/atau bangunan tersebut.

Contoh Kasus

Salah satu contoh kasus yang timbul dari sengketa jual beli tanah dan/atau bangunan disebabkan oleh bermasalahnya tanah dan/atau bangunan yang menjadi objek jual beli tersebut. Misalnya saja, penjualan atas tanah dan/atau bangunan yang dibeli oleh pembeli tersebut ternyata belum mendapatkan persetujuan dari seluruh ahli waris yang sah.

Hal tersebut bisa saja disebabkan oleh ulah dari penjual yang dengan sengaja tidak memberitahukan akan dijualnya objek tanah dan/atau bangunan yang merupakan harta warisan dari orang tua mereka. Secara diam-diam penjual menjual harta warisan tersebut tanpa mencantumkan nama seseorang atau beberapa orang ahli waris yang seharusnya menjadi pihak yang turut menjual.

Atau dalam beberapa kasus, ada juga pencantuman tanda tangan palsu yang dilakukan oleh penjual, yang mana seolah-olah tanda tangan tersebut benar-benar ditandatangani oleh seluruh ahli waris yang sah, padahal tanda tangan tersebut dipalsukan oleh penjual seorang diri.

Bahkan ada juga objek tanah dan/atau bangunan yang menjadi alat bukti di pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi, yang mana tanah dan/atau bangunan tersebut ternyata sebelumnya dibeli oleh si penjual menggunakan hasil tindak pidana korupsi.

Atau dengan berbagai macam permasalahan hukum lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline