Lihat ke Halaman Asli

Dinda Shezaria Hardy Lubis

Mahasiswa Biologi Universitas Indonesia

Millenials: Haruskah Memilih Menjadi Generalis atau Spesialis?

Diperbarui: 3 Oktober 2018   16:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mungkin sudah tidak lazim terdengar di telinga tentang dua hal ini, generalis dan spesialis. Sebagian dari kita bisa saja masih bingung dengan dua pilihan tersebut. Pilihan tersebut sebagai bahan refleksi dalam mengenal diri kita sendiri, bukan untuk dibandingkan. Percaya tidak percaya, kedua hal tersebut hanyalah  sebuah 'Kepercayaan'  yang akhirnya mendarah daging karena stigma yang ada dalam pikiran kita.

Dua hal tersebut bukan untuk dicari dan dibandingkan mana yang paling benar, yang paling baik dan paling menjamin kehidupan di masa depan, karena keduanya sama-sama baik, hanya saja tergantung pada cara diri kita sendiri menganggap dan mengubah stigma negatif tentang hal tersebut.

Sering sekali seorang generalis  merasa gagal menemukan potensi diri. Yang menjadi masalah bukanlah perihal gagal atau berhasil, tapi bisajadi karena kita belum meyakini bahwa kita memiliki potensi tersendiri yang lama kelamaan bisa menimbulkan stigma negatif dan menghilangkan rasa kepercayaan diri.  Setiap hal pasti ada kekurangan dan kelebihannya.

Hanya saja, kembali pada kita sendiri apakah ingin fokus untuk mengubah kekurangan atau memaksimalkan kelebihan yang kita punya, karena seluar biasa apapun orang tersebut pasti memiliki kekurangan. Jangan jadikan kekurangan itu sebagai pembatas untuk melakukan hal yang lebih baik lagi.

Berkaca dengan keadaan sekarang ini, dunia sedang berubah dan akan terus mengalami perubahan. Teknologi mengubah dunia kita setiap hari. Itu mengubah cara kita berinteraksi, cara kita belajar, bahkan gaya hidup kita. Tetapi yang paling menakutkan dari semuanya, itu membuat pekerjaan menjadi  hilang. Pada titik ini, tidak dapat dihindari bahwa beberapa pekerjaan akan diotomatisasi.

Seluruh pekerjaan kita, apa pun itu, dapat diambil alih oleh mesin-mesin. Tetapi hal itu bukan sebuah malapetaka. Walaupun banyak pekerjaan yang akan diambil alih oleh teknologi, tetapi itu juga selalu membuka peluang baru.

Masalahnya adalah, kita tidak tahu apa peluang atau pekerjaan baru itu. Kita memerlukan beberapa tingkat spesialisasi untuk mendapatkan pekerjaan yang ada sekarang,  tetapi kita juga memerlukan beberapa tingkat generalisasi untuk melindungi diri sendiri jika pekerjaan kita diambil alih oleh mesin.

Itu sebabnya kita membutuhkan strategi tersendiri. Bukan saatnya memilih dan mengkotak-kotakkan diri menjadi spesialis atau generalis, tetapi strategi yang harus dipakai adalah bagaimana kita akan beradaptasi dengan perubahan dan ketidakpastian di masa depan.

Membuat strategi tersendiri membuat kita memiliki keuntungan yang banyak. Kita akan memiliki kedalaman dan keahlian untuk mendapatkan pekerjaan yang kita inginkan atau pekerjaan yang kita minati sekarang. Tetapi kita juga memiliki peluang untuk beradaptasi, beralih jalur, dan memiliki banyak titik awal jika ada perubahan.

Setiap orang secara alami adalah seorang spesialis atau seorang generalis. Sebagian dari kita hanya memiliki kecenderungan untuk terjun lebih dulu ke dalam topik yang kita minati. Yang lain lebih tidak berkomitmen dan senang belajar tentang berbagai bidang.

Mungkin kita kadang-kadang generalis dan spesialis di lain waktu. Tidak menjadi masalah di mana kita berada, yang menjadi poin penting adalah memaksimalkan potensi terbaik kita utuk menciptakan manfaat yang sebesar-besarnya untuk masyarakat dan menjadi "the best version of us".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline