Lihat ke Halaman Asli

Polemik Kasus Kriminal Mengatasnamakan Agama

Diperbarui: 25 Maret 2018   17:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penyergapan serangan di Perancis, sumber : captured from www.independent.co.uk, dokpri

Jum'at, 23 Maret 2018, tepatnya kemarin malam saya berkunjung ke rumah teman untuk bersilaturahmi sambil makan malam bersama dengan santapan khas Senegal, Afrika. Terbiasa dengan diskusi maka selalu saja ada yang menjadi pembahasan. Kali ini berita yang begitu hangat terjadi pada siang hari Jum'at itu.

Pukul 10.00 pagi hari seorang lelaki bernama Radouane Lakdim, 25 tahun, sekitar 461 km dari kediaman saya, melakukan aksi brutal menembakkan peluru ke empat orang petugas di pangkalan militer dari jarak  200 meter. Dia berhasil melukai seorang petugas dengan luka serius di tulang rusuk dan kebocoran paru-paru. Sebuah peluru bersarang di dekat jantung salah satu petugas.

Lantas dari sana Lakdim melarikan mobil yang dirampasnya dari warga ke Super U supermarket berkisar 8 kilometer di Trebes, wilayah selatan Perancis, kota di dekat Carcassonne(kediaman Lakdim). Pukul 11.00 waktu Perancis, dia bergegas ke sebuah toko lalu menembak mati seorang pekerja dan seorang pelanggan. Seorang polisi yang kebetulan sedang berbelanja dengan istrinya segera bertindak memanggil pusat keamanan. Pihak kepolisian segera mengepung tempat tersebut. Kali ini Lakdim menyandra seorang pelanggan. Polisi mengevakuasi seluruh pelanggan kecuali yang menjadi sandera. Seorang petugas bernama Arnaud Beltrame, 44 tahun, dengan berani menawarkan diri menukar tempat dengan pelanggan untuk menjadi sandera. Lakdim setuju. Kondisi tidak dapat dikendalikan, Lakdam mengaku sebagai anggota ISIS dan meminta pemerintah Perancis melepaskan Salah Abdeslam yang merupakan tersangka penyerangan di Paris pada Nopember 2015. Beltrame membiarkan sambungan ponselnya aktif sehingga pihak kepolisian mengetahui kondisi di dalam toko. Saat polisi mendengar suara tembakan, lantas polisi langsung menembak mati Radouane Lakdim di tempat. Dan petugas yang disandera, Arnaud Beltrame pun meninggal setelah dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami luka tembak di kerongkongannya.

Saat mendengar kejadian itu, saya ingin segera menulis mengenai berita tersebut. Namun karena satu dan lain hal sehingga baru kali ini saya sempat menuliskannya. Bukan ingin menjadi sok bijak atau merasa paling mengerti dalam agama. Namun lagi-lagi yang menjadi sorotan atas serangan ini adalah umat muslim secara global.

Saya memutar video berita tersebut di sebuah channel youtube. Yang menjadi perhatian saya bukan hanya isi berita, melainkan komentar di bawah video yang diupload tersebut. Kalimat sindiran, sumpah serapah, dan rasis lainnya melayang pada agama Islam. Jelas ini pasti terjadi, dan hal ini wajar terjadi. Karena Radouane Lakdim, yang berusia  25 tahun itu, lahir di Maroko, berkebangsaan Perancis, namun yang digarisbawahi adalah dia mengaku seorang "Muslim".

Apapun pendapat ulama  bahwa Islam tak pernah mengajarkan membunuh jiwa tak berdosa, tidak lantas melepaskan stigma negatif terhadap agama dan komunitas muslim. Walau daftar hitam Lakdim sebagai pelaku criminal dan transaksi narkoba, tidak pula menghilangkan fakta bahwa dia seorang muslim. Dan hal itu menambah coreng di muka umat muslim keseluruhan.

Kau tahu kenapa? Ingat hadits bahwa umat muslim itu adalah satu tubuh, jika ada bagian tubuh yang terluka, maka yang lain merasakan sakitnya. Jika tercoreng muka, maka diri seluruhnya merasakan malu. Jika satu muslim berulah, maka seluruh jama'ahnya merasakan akibatnya.

Saya yakin bahwa fitnah apapun yang dilayangkan kepada 'agama' tidak lantas membuat Islam menurun derajatnya. Tidak lantas cahaya Islam meredup dibuatnya. Namun yang akan mendapatkan konsekuensi terhina adalah umat muslim secara global. Stigma brutal akan tersemat bagi muslim yang bahkan tak bersalah atas tindakan kriminal. Entah itu persekusi atau sikap buruk yang akhirnya dilayangkan kepada muslim tanpa melihat bagaimana karakter ramahnya. Sehingga memicu tindakan rasis dan kebencian terhadap muslim.

20 September 2017, seorang wanita muslim dan siswi berusia 12 tahun ditabrak seorang lelaki di London. Dengan alasan balas dendam terhadap serangan bom yang terjadi lima hari sebelumnya. Padahal korban tidak memiliki sangkut-paut dengan pelaku pemboman tersebut. Hanya karena mereka menggunakan kerudung dan identitas mereka muslim aksi tersebut terjadi.

11 Maret 2018, New York Times melansir berita dari London mengenai surat kaleng yang dikirimkan ke sejumlah rumah, dengan isi surat yang memprovokasi untuk melukai muslim dan akan mendapatkan hadiah atas tindakan tersebut.

Entah berapa banyak korban aksi kriminal yang didasari kebencian terhadap Islam ini terjadi. Entah itu penganiayaan di publik, pemukulan, pemerkosaan bahkan sampai pembunuhan terjadi akibat timbulnya rasa benci atas Islam. Semua itu terjadi tidak lain karena mereka yang mengaku muslim namun menyalahgunakan identitasnya dengan mengatasnamakan agama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline