Sejak Akhir Januari lalu saya mengambil keputusan yang tidak mudah. Meninggalkan platform raksasa yang diciptakan Mark Zuckerberg. Mungkin sebagian orang menganggapnya bukan hal yang "wah" tapi untuk saya hal itu merupakan kemajuan. Dengan segala pergolakan batin, ada rasa takut kehilangan pembaca, takut kehilangan follower, dan lain sebagainya sehingga saya menyimpulkan bahwa langkah untuk menonaktifkan akun Facebook adalah benar. Walau sebenarnya ada beberapa manfaat yang saya dapatkan. Namun setelah dipikir secara matang, kerugian menggunakan Facebook lebih banyak.
Sean Parker, investor Facebook mengatakan bahwa platform ini diciptakan untuk menjadi adiktif. Di mana penggunanya akan secara sadar atau tidak terus menggunakannya setiap hari, jam, menit, bahkan detik. Mencuri waktu dan juga mengubah cara hidup seseorang.
Baru-baru ini polisi berhasil menangkap pelaku provokasi dan penyebar hoaks yang mengatasnamakan grup muslim, yaitu Muslim Cyber Army (MCA). Sehingga membuat gerah muslim (termasuk saya) karena dengan adanya mereka lagi-lagi Islam yang menjadi sorotan.
Facebook memiliki peran tersebarnya provokasi dan hoaks ini ke seluruh pengguna di Indonesia. Yang mana sebagian dari pengguna bisa saja terprovokasi dengan disebarkannya ujaran kebencian yang akan merusak persatuan dan keamanan negara.
Hak Asasi Manusia PBB menginvestigasi bahwa Facebook memiliki peran dalam menyebarkan ujaran kebencian untuk melawan muslim minoritas di Myanmar yang akhirnya mendorong pada tindakan genosida.
Lebih dari 650.000 orang Rohingya telah meninggalkan Rakhine, Myanmar ke Bangladesh sejak tindakan keras militer Agustus lalu. Banyak yang telah memberikan kesaksian mengerikan tentang eksekusi dan pemerkosaan oleh pasukan Myanmar, namun penasihat keamanan nasional Myanmar menuntut "bukti yang jelas" atas kemungkinan tindakan genosida tersebut.
Di Sri Lanka pun terjadi kericuhan antara muslim dan penganut Budha. Polisi menangkap otak pelaku dari kericuhan tersebut dan dia mengaku telah menggunakan Facebook untuk menyebarkan ujaran kebencian sehingga mendorong perpecahan antara muslim dan Sihala penganut Budha.
Presiden Maithiripala Sirisena, dalam sebuah wawancara dengan Sinhala Divaina pada hari Minggu, menyalahkan media sosial atas kerusuhan tersebut, serangan besar ketiga terhadap umat Islam di Sri Lanka sejak November.
Duminda Jayasena, pengguna Facebook Sri Lanka, mengumumkan pada hari Selasa bahwa tanggapan dari Facebook pada kiriman ujaran kebencian pekan lalu. Kiriman itu berisi: "Bunuh semua bayi Muslim, jangan sampai ada yang tertinggal". Tapi Facebook menanggapi bahwa hal itu tidak melanggar standar ujaran kebencian perusahaan.
Sehingga pemerintah Sri Lanka pun memblokir Facebook dan termasuk Whatsapp demi menjaga persatuan dan keamanan negara.
Terlepas dari berita-berita tersebut, pihak Facebook merespons. "Tidak ada tempat untuk ujaran kebencian," pada platform mereka ungkap tim. "Tentu banyak hal yang bisa kita lakukan untuk terus bekerjasama dengan para ahli di setiap wilayah untuk menjaga komunitas kita aman."