Hasan al-banna lahir di desa Mahmudiyah, Al Buhaya pada 14 Oktober 1906, bernama lengkap Hasan Ahmad Abdul Rahman Muhammad al-Banna. Hasan sudah menghafal 30juz Al-Qur'an pada usia 14 tahun dengan didukung motivasi dari ayahnya. Ayahnya bernama Ahmad bin Abdul Rahman bin Muhammad al-Banna. Umur 21 tahun Hasan lulus dari perguruan tinggi Darul Ulum, dan menjadi guru di Islama'iliyah. Hasan sudah terpengaruh gerakan politik, khususnya nasionalis Mesir ketik berusia 13 tahun , terkait dengan momentum revolusi Mesir di tahun 1919 melawan penduduk Inggris. Hal tersebut juga yang membuat al-Banna cukup aktif berkegiatan di kelompok-kelompok aktivis di waktu-waktu selanjutnya, di periode inilah mulai dipengaruhi oleh pemikiran para reformis Islam, seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Kekhalifahan Utsmaniyah saat itu mengalami keruntuhan, penyebabnya umat jahil (bodoh) terhadap ajaran Islam, al-Banna mulai melihat bahwasanya Islam telah kehilangan dominasi sosial, terhadap peradaban barat yang korup, dan terhadap pendudukan Inggris. Gagasan al-Banna adalah mengembalikan posisi Islam ke tempat yang lebih sentral, dalam kehidupan masyarakat mulai dari ekonomi sosial hingga politik, maka al-Banna kemudian mendirikan organisasi yang diberi nama Jamiat Al -Ikhwan Al-Muslimin, di kota Ismail pada 1928. Organisasi ini yang kemudian lebih dikenal di Indonesia dengan nama Ikhwanul Muslimin yang tertuju pada gerakan dakwah yang universal, untuk kegiatan amal dan pendidikan organisasi. Upaya untuk mendirikan Negara yang berbasis hukum Islam "Daulah Islamiyah" sangat komprehensif, untuk mengatur setiap aspek kehidupan masyarakat dengan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai satu-satunya konstitusi yang bisa diterima.
Ikhwanul Muslimin adalah organisasi yang berbaris pada "Usroh" artinya rasa keluarga atau persaudaraan yang kuat (saling menjaga, saling menasihati, solidaritas yang kuat, dan harmonisasi). Perdana Mentri Mesir saat itu Muhammad fahminarasi, membekukan Ikhwanul Muslimin karena diduga menyerang target-target Inggris dan Yahudi. Tahun 1949 Hasan al-banna meninggal dunia setelah dibunuh secara misterius, satu tahun berselang pemerintah Mesir merehabilitasi Ikhwanul Muslimin yang kala itu telah dipimpin oleh Hasan Al-Hudaibi, berfokus pada gerakan revolusi untuk mengusut kematian Hasan Albana. Namun, kerap kali bergesekan dengan pemerintah Mesir sekitar 1950 Ikhwanul Muslimin yang mempunyai tujuan edukatif politis, tahun 1965 Ikhwanul Muslimin kembali dilarang pemerintah karena dituding sebagai dalang pembunuhan Presiden Gamal Abdul Nasser. Berbagai bentrokan dengan aparat, diduga mengakibatkan perubahan Ideologi, dan pada sebagian anggotanya cenderung menjadi radikal, sebagian pengikutnya pun ditangkap dan dieksekusi, adapun yang terpaksa mengungsi dan melarikan diri ke luar negeri, salah satunya ke Eropa sekaligus berdakwah. Sekitar 1980 kembali menjadi organisasi Islam terbesar, dan terkuat kemudian di era Mubarak. Ikhwanul Muslimin menjadi oposisi pemerintah yang cukup vokal, termasuk ketika revolusi terjadi di Mesir pada tahun 2011.
Aktivitas dan pengaruh Ikhwanul Muslimin menjadi inspirasi di banyak negara muslim, termasuk di negara Indonesia. Ada beberapa sumber yang menyebutkan, bahwa Partai Keadilan Sejahtera atau PKS adalah sebagai salah satu partai yang mendapat pengaruh dari Ikhwanul Muslimin. Hal tersebut dibuktikan dengan ungkapan oleh Yusuf Supendi sebagai pendiri Partai Keadilan Sejahtera yang menjadi cikal bakal PKS, dan warisan pemikiran Hasan al-Banna masih bisa kita rasakan. Pendiri PKS terinspirasi dari Ikhwanul Muslimin. Hari ini memang selalu ada perbedaan pandangan soal ide, dan gagasan Ikhwanul Muslimin. Namun, harus diakui bahwa warisan Ikhwanul Muslimin sangat berpengaruh besar dalam gerakan politik Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H