Wonosobo -- sarana pembuangan tinja setiap rumah tangga di desa Candiyasan masih menjadi permasalahan yang belum tuntas. Menurut UNICEF, 44.5% dari seluruh penduduk Indonesia belum mempunyai akses pembuangan tinja yang layak dan 24% dari total penduduk Indonesia masih buang air besar sembarangan. Kebiasaan masyarakat BABS disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya tidak memiliki jamban, saluran pembuangan tinja yang salah, sudah kebiasaan, merasa nyaman, dan faktor ekonomi.
Buang air besar sembarangan dapat mengakibatkan terjadinya kontaminasi air, kontaminasi makanan, serta lingkungan menjadi tercemar. Penyakit yang muncul akibat BABS diantaranya seperti disentri, diare, kecacingan, penyakit kulit dan infeksi lainnya.
Desa Candiyasan memiliki 4 dusun yang terdiri dari dusun Jurangjero, dusun Kabelukan, dusun Grenjeng, dan dusun Banjaran. Jumlah penduduk yang tinggal di desa Candiyasan sebanyak 4.470 jiwa dan terdiri atas 1.310 KK.
Agar terwujudnya desa Candiyasan sebagai desa ODF, mahasiswa KKN-T WASH Kelompok 1 Universitas Diponegoro bekerja sama dengan UNICEF berupaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu program percepatan ODF yang dilaksanakan adalah pemetaan situasi ODF dengan mensurvei data kepemilikan jamban serta saluran pembuangan nya. Pemetaan dilakukan dengan berkoordinasi dengan pihak sanitarian Dinas Kesehatan, sanitarian Puskesmas Kertek 2, dan pemerintah desa setempat. Langkah awal dilakukan dengan melakukan validasi batas dusun, batas RW, hingga RT serta mengetahui data kepemilikan jamban sehat. Selain itu, dilakukan juga pemetaan untuk 10 besar penyakit dengan bantuan data sekunder dari puskesmas kertek 2. Kedua, kegiatan edukasi, sosialisasi, dan penyadaran masyarakat untuk stop buang air besar sembarangan. Kegiatan ini dilakukan dengan menggandeng kader dan tokoh masyarakat Desa setempat sebagai agen perubahan. Sosialisasi dan edukasi disampaikan kepada kader posyandu di dalam sebuah forum dengan metode ceramah dan focussed group discussion. Materi yang disampaikan berupa jamban sehat, bahaya BABS, dan GEMA BANG JAMET. Terakhir adalah membangun kemitraan dengan puskesmas, bidan desa, kader, dan perangkat desa untuk pengentasan BABS. Bentuk kemitraan yang dilakukan adalah kerjasama dengan puskesmas dengan melakukan permohonan permintaan data jamban sehat dan 10 besar penyakit. Data kepemilikan jamban sehat akan divalidasi kembali dengan melakukan survey dari rumah ke rumah. Dalam melaksanakan survey akan didampingi dengan kader sesuai hasil diskusi dan arahan bidan desa. Kader berperan sebagai jembatan antara mahasiswa dan masyarakat selama melaksanakan survey.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H