Kini, teknologi memiliki peran yang sangat besar pada kehidupan manusia. Tersedianya berbagai jenis baterai timbal-asam untuk kendaraan bermotor, telepon genggam, laptop, televisi , dan segala jenis pembaruan yang pabrik produk sebut tawarkan, nyatanya tidak hanya membawa keuntungan, melainkan juga kerugian bagi manusia. Dr Thedros Adhahom Ghebreyesus (2021) mengatakan, “Tsunami limbah elektronik yang meningkat, membahayakan nyawa dan kesehatan. Pernyataan tersebut menunjukan bahwa alat elektronik yang sudah tidak terpakai sehingga menjadi limbah elektronik (e-waste) dengan tata kelola yang buruk berpotensi mengganggu kesehatan manusia. Anak-anak sangat rentan terhadap paparan bahan kimia beracun dikarenakan menyerap 4-5 kali lebih banyak timbal yang tertelan daripada orang dewasa." Timbal yang dikategorikan sebagai bahan beracun dan berbahaya (B3) ini jika terakumulasi dapat mempengaruhi beberapa sistem tubuh, seperti neurologis, hematologi, gastrointestinal, kardiovaskular, dan ginjal. Lead poisoning justru terjadi akibat pengelolaan e-waste secara informal yang menimbulkan polutan timbal yang mengancam kesehatan manusia, terkhusus anak-anak yang terlibat langsung di dalamnya sebagai pekerja maupun melalui ibunya saat ia masih dalam kandungan.
Anak-anak dengan rentang usia 0-15 tahun memiliki metabolisme tubuh lebih cepat dan banyak dalam menyerap bahan beracun. Dalam hal ini seharusnya pemerintah maupun departemen kesehatan setempat peduli akan hal tersebut. Misalnya dengan menjaga anak-anak untuk tidak dekat dengan lingkungan yang terkontaminasi bahan bahaya dan beracun sehingga berpotensi menimbulkan keracunan. Sayangnya, pada tempat atau negara tertentu hal ini belum dapat dilakukan. Hal ini terjadi karena tak sedikit anak-anak bekerja dan turut serta dalam sektor industri informal terkait pengolahan limbah elektronik (e-waste). Selain itu, banyak kaum wanita yang turut bekerja pada sektor industri tersebut. Anak-anak maupun ibu hamil tersebut sangat berisiko terpapar bahan toxic seperti timbal sehingga terjadi lead poisoning sejak anak dalam kandungan hingga bertumbuh. Anak-anak dan bayi menghadapi risiko lebih yaitu dari ASI melalui tubuh ibu dan paparan transplasenta dan dari kontak langsung dengan bahan kimia beracun.
Perilaku yang jelas pada anak sebagai potensi terjadinya lead poisoning yaitu hand to mouth yang menjadi kebiasaan anak berusia 5 tahun. Alur lead poisoning tersebut melalui rute konsumsi non-diet, sehingga frekuensi aktivitas tangan-ke-mulut merupakan variabel signifikan dalam konsentrasi paparan. Anak-anak dapat terpapar timbal di tanah dengan menelan atau menghirup tanah yang terkontaminasi timbal saat bermain. Partikel tanah yang terkontaminasi timbal juga dapat dibawa ke dalam sebagai debu timbal atau pada sepatu, pakaian, atau hewan peliharaan. Beberapa anak kecil memakan tanah (ini disebut pica). Anak-anak juga dapat terpapar timbal dengan memakan buah dan sayuran yang ditanam di atau dekat tanah yang terkontaminasi timbal.
Tempat pembuangan sampah bisa menjadi taman bermain favorit anak-anak karena penuh dengan benda-benda baru dan menarik, ini meningkatkan risiko mereka menelan kontaminan timbal. Anak-anak juga memiliki hak pilihan yang lebih sedikit daripada orang dewasa dan tidak memilih di mana mereka tinggal atau, terutama ketika mereka masih sangat muda, berapa banyak waktu yang mereka habiskan di dalam ruangan atau di tempat kerja orang tua mereka, yaitu pada kontaminan timbal dalam konsentrasi tinggi. Kegiatan tersebut umumnya dilakukan pada negara-negara berpenghasilan rendah atau menengah sebagai tempat akhir pembuangan e-waste secara ilegal. Pekerja, keluarga dan anak-anak mereka terpapar hal ini saat mengolah kembali kadar logam berharga dalam e-waste tersebut melalui pembakaran terbuka, pemanasan, atau pencucian asam. Pada wilayah yang sudah paham akan e-waste manajemen pun, masih terdapat sisa yang dibuang bersama sampah padat lainnya dan berakhir di tempat pembuangan akhir. E-waste tersebut tersebut dapat melarutkan racun ke dalam akuifer dan persediaan air minum yang berpotensi dikonsumsi oleh keluarga terutama anak. Area yang terpapar limbah elektronik berisiko lebih tinggi terhadap kontaminasi timbal, terutama di kalangan anak-anak. Meskipun studi yang menguraikan efek pasti timbal dalam limbah elektronik mungkin sedikit dan jarang, fakta bahwa limbah elektronik memang memiliki potensi signifikan untuk berkontribusi terhadap kontaminasi udara, air, dan tanah meningkat dengan setiap temuan.
Sejatinya kita perlu mengakui pentingnya berbagai tindakan pendidikan, penegakan, dan lingkungan untuk mengurangi jumlah anak-anak yang terpapar bahaya timbal. Daur ulang e-waste oleh sektor informal bukanlah hal baru dan merupakan pengembangan praktik daur ulang yang rendah biaya. Pada sektor informal daur ulang tidak hanya terkait dengan dampak lingkungan dan kesehatan, tetapi juga kurangnya layanan daur ulang secara sektor formal. Pada 1 Maret 2007, terdapat kebijakan dalam meningkatkan pekerjaan, kondisi kerja, serta peran efisiensi sektor informal oleh masyarakat yang rata-rata diimplementasikan oleh negara berkembang, yaitu :
- Selama proses mendesain dan produksi diarahkan untuk menyesuaikan teknologi, penggantian bahan dan menggunakan metode inovatif dalam proses produksi, dan lain-lain;
- Selama proses desain, produksi, impor dan penjualan, langkah-langkah seperti: identifikasi nama racun dan zat berbahaya, elemen dan level dan istilahnya untuk lingkungan yang digunakan oleh produk elektronik, dll;
- Selama proses penjualan, harus ada pengawasan ketat dari distributor dan konsumen, menahan penjualan barang elektronik yang mengandung B3, menemukan standar industri untuk polusi dikendalikan oleh produk elektronik; dan
- Larangan impor barang elektronik termasuk barang gagal memenuhi standar bahan bahaya dan beracun(B3).
Selain langkah tersebut, organisasi non-pemerintah dan masyarakat berhak untuk bersuara dalam pengajuan penghapusan zat berbahaya dalam peralatan elektronik, yang mengakibatkan produsen bersaing produk ramah lingkungan. Misalnya, produksi barang bebas halogen, tidak berkontribusi pada produksi PCB dan dioksin, penggantian penghambat pembakaran bromida dengan yang lebih ramah lingkungan berbasis fosfor, dan pengenalan pembatasan legislatif (Pb, Hg, Cr, PBBs dan PBDE hingga 1000 mg/kg. Bagi masyarakat yang bekerja pada sektor informal pengelolaan e-waste, dapat melakukan langkah awal dengan memisahkan e-waste dari sisa limbah padat dan daur ulangnya untuk pemulihan bahan baku berharga dan logam dasar. Sistem manajemen harus dirancang secara rasional sehingga manfaat lingkungan dari pengumpulan, transportasi, pengelolaan, dan manfaat finansial dari pemulihan tidak diimbangi oleh sumber daya dan konsumsi energi yang diperlukan untuk pengoperasian sistem.
Bentuk dari limbah yang ternyata kerap masih diabaikan oleh masyarakat bersumber dari perangkat-perangkat elektronik di sekitar kita atau disebut e-waste. Pengelolaan yang sudah cukup baik pada sektor formal bukan menjadi jaminan sudah terjadi minimalisasi terjadinya lead-poisoning. Lead poisoning justru terjadi akibat pengelolaan e-waste secara informal yang menimbulkan polutan timbal yang mengancam kesehatan manusia, terkhusus anak-anak yang terlibat langsung di dalamnya sebagai pekerja maupun melalui ibunya saat ia masih dalam kandungan.
Lead poisoning ini merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena dapat merusak sistem otak, kemampuan intelektual, hingga menyebabkan kematian pada anak yang merupakan generasi penerus. Apabila aktivitas pengelolaan e-waste tidak dilakukan secara tepat kedepannya, akan menimbulkan permasalahan tidak hanya secara kesehatan, tetapi juga secara pendidikan pada suatu wilayah tersebut. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah dan departemen kesehatan untuk memberikan wawasan lebih terhadap bahanya lead poisoning akibat e-waste.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H