Lihat ke Halaman Asli

Dinda Andrea

blessed girl.

Teori Kolonialisme Elektronik dalam Musik Aliran Barat "Guns N' Roses"

Diperbarui: 7 September 2020   01:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masuknya musik aliran barat ke Indonesia menjadi salah satu contoh dari perkembangan dunia. Masyarakat mengetahui musik aliran barat dari media massa, seperti televisi dan media sosial. Salah satu contoh musik aliran barat adalah Guns N’ Roses yang berasal dari Amerika Serikat dan terkenal pada awal tahun 1990 (Wink, 2011). Guns N’ Roses ini merupakan band rock terbesar di dunia di mana band rock sendiri sudah terkenal dengan pakaian serba hitamnya. Pada September 2018 silam, grup band Guns N’ Roses menggelar konser di Stadion Ikonik Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta (Tempo.co). Tiket konser Guns N’ Roses – “Not In This Lifetime” dijual pada situs resmi yaitu BookMyShow yang mana ada 8 kategori tiket dan berkisar harga Rp.450.000 hingga Rp.5.500.000 (Damaledo, 2018). Informasi mengenai konser Guns N’ Roses dapat dilihat melalui akun twitter dan instagram @temgmt dan @unusual_ent. Saat tiba pada hari konser, area GBK telah dipenuhi banyak orang yang memakai pakaian serba hitam (Tempo.co). Konser Guns N’ Roses ini menjadi konser perdana di Asia, maka tidak heran penonton sangat antusias menyambut band rock asal Amerika Serikat tersebut.

Adanya fenomena mengenai musik aliran barat ini, dapat dihubungkan dengan Teori Kolonialisme Elektronik. Teori Kolonialisme Elektronik adalah sebuah teori yang berfokus pada media massa yang menayangkan sejumah budaya di mana budaya tersebut dapat memberi pengaruh kepada masyarakat baik pengaruh pada aspek kognitif ataupun afektif (Tyas, 2015). Sama hal nya seperti konser Guns N’ Roses yang digelar di Jakarta 2018 silam. Masyarakat mengetahui informasi mengenai grup band rock tersebut melalui pemberitaan pada media massa. Lalu, informasi konser Guns N’ Roses juga diketahui masyarakat melalui media massa twitter dan Instagram. Budaya barat yaitu musik beraliran rock telah mempengaruhi masyarakat Indonesia. Dapat dilihat dari antusias nya masyarakat membeli tiket konser pada situs resminya. Bukan hanya itu, masyarakat pun ikut meramaikan dengan memakai baju serba hitam yang merupakan ciri khas dari grup band rock tersebut. Dalam fenomena ini, dapat disimpulkan bahwa Teori Kolonialisme Elektronik terbukti dapat mempengaruhi masyarakat dengan cara menayangkan informasi melalui media massa tentang kebudayaan yang berbeda. Informasi yang dikemas secara menarik pun mendapat respon dari masyarakat. Antusias penonton konser Guns N’ Roses 2018 membuktikan bahwa media massa berhasil mempengaruhi pikiran dan sikap masyarakat untuk menghadiri konser musik dari budaya yang jelas berbeda (Aliran Musik Barat).

DAFTAR PUSTAKA

Damaledo, Y. (2018). Tiket konser Guns N’ Roses dijual har ini mulai Rp450 ribu. Tirto.id. Diaskes dari https://tirto.id/tiket-konser-guns-n-roses-dijual-hari-ini-mulai-rp450-ribu-cNd1

Tempo.co. (2018). Konser Guns N Roses Senayan dipenuhi penonton berbaju hitam. Diakses dari https://seleb.tempo.co/read/1144467/konser-guns-n-roses-senayan-dipenuhi-penonton-berbaju-hitam

Tyas, B. (2015). Teori kolonialisme elektronik dan teori sistem dunia. Diakses dari https://prezi.com/ekcz4fkvlfyp/teori-kolonialisme-elektronik-dan-teori-sistem-dunia/

Wink. (2011). Biografi Guns N Roses – “Sweet Child O’ Mine”. Diakses dari https://www.biografiku.com/biografi-guns-n-roses/

#komglob03




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline