Lihat ke Halaman Asli

Senandung Milik Cinta

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Selama mana aku merindukan hujan yang tak kunjung datang, pastilah lebih lama hati ini menyuarakan senandung cinta. Bahkan sekalipun hujan tak peduli tentang rindu yang ku keluhkan, rindu ini terasa indah. Agaknya semakin banyak kicauan burung menenggalamkan irama nada cinta yang ku senandungkan dalam hatiku, senandung ini kian merdu, melenakan, melemahkan, menguatkan,dan beribu kata mempengaruhiku.
Tak pantas kiranya aku menyalahkan kesadaran, apalagi menyalahkanmu yang tak tau. Harusnya awal dulu kutudukkan pandanganku hingga kulihat buku-buku jari kakiku memucat, memberikan bekas pada tanah yang ku pijak. Walau aku tau itu tak berpengaruh apapun karena belum ada yang memainkan irama itu, bahkan aku belum mengenalnya.
Aku memang sengaja melupakan ketika awal kali kuletakkan senandung itu di hatiku. Bolehlah kunamakan ini sebagai senandung cinta, seindah nyanyian bidadari surga, semerdu tadarus bidadari surga. . . . . sesekali mengeras namun tak memekakan telinga, sesekali melemah namun tak memudar. Aku tak ingin mencari tau siapa sebenarnya yang menabuhkan terlebih dahulu, yang ingin ku ingat hanyalah nada-nada yang keluar dari senandung cinta yang hanya milik cinta.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline