Lihat ke Halaman Asli

Dina Varisiya

Mahasiswa

Permainan dalam Pendidikan Anak Usia Dini

Diperbarui: 2 Oktober 2023   23:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan anak usia dini merupakan upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak dimulai sejak anak lahir sampai dengan anak mencapai usia enam tahun karena otak anak mengalami perkembangan paling cepat pada rentang usia ini.  Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak dimulai sejak anak lahir sampai dengan anak mencapai usia enam tahun. Pendidikan anak usia dini dilakukan dengan memberikan rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Indonesia, 2003).

Terdapat enam aspek perkembangan yang harus dikembangkan dalam pemberian pendidikan anak usia dini di antaranya adalah aspek perkembangan nilai agama dan moral, kognitif, sosial emosional, bahasa, fisik motorik, dan seni (Kemendikbud, 2014). Salah satu aspek yang harus dikembangkan adalah aspek kognitif. Aspek perkembangan kognitif diberikan kepada anak usia 5–6 tahun dengan mengajarkan anak untuk belajar memecahkan masalah, berpikir logis, dan berpikir simbolik.

Salah satu kegiatan yang dapat mengembangkan aspek kognitif anak adalah dengan bermain. Menurut teori Psikoanalitik oleh Sigmund Freud, peran bermain dalam perkembangan anak adalah untuk mengatasi pengalaman traumatik dan mengatasi frustasi. Menurut teori Kognitif oleh Piaget, peran bermain dalam perkembangan anak adalah mempraktikkan dan melakukan konsolidasi konsep-konsep serta keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya. Menurut teori Bateson, peran bermain dalam perkembangan anak adalah memajukan kemampuan untuk memahami berbagai tingkatan makna (Bateson, G., & Mead, 1942). Anak akan memperoleh informasi lebih banyak sehingga pengetahuan dan pemahamannya lebih kaya dan lebih mendalam melalui permainan. Jika terdapat perbedaan antara informasi baru dengan informasi yang selama ini diketahuinya, anak akan mendapat pengetahuan baru.

Kegiatan bermain berkaitan erat dengan pertumbuhan anak. Menurut Catron (Catron, 1999:241), kegiatan bermain membuat anak merasakan berbagai pengalaman, dimulai dari pengalaman yang bisa membuat mereka senang sampai sedih sekalipun. Dengan bermain juga membuat anak bisa belajar dalam bergaul, memahami aturan, dan tata cara pergaulan dalam kehidupan masyarakat. Catron dan Allen (1999:150) menyatakan bahwa bermain membantu anak untuk mengembangkan kemampuan mengorganisasikan dan menyelesaikan masalah, mendukung perkembangan interaksi sosial, mendukung perkembangan kerja sama, mendukung perkembangan menghemat sumber daya, dan peduli terhadap orang lain. Brown dkk, (dalam Brewer, 1995:150) mengungkapkan bahwa fungsi bermain adalah untuk mengekspresikan dan mengurangi rasa takut. Menurut Bettelheim (dalam Catron dan Allen, 199:253), fungsi bermain adalah untuk memberikan kesempatan pada anak untuk mengenali dirinya sendiri, dalam hubungannya dengan dunia di luar dirinya.

Salah satu permainan yang sering digunakan dalam pemberian pendidikan anak usia dini adalah permainan tepuk. Terdapat banyak kelebihan dari permainan tepuk ketika dimainkan di sekolah, antara lain, dapat disesuaikan dengan materi yang diajarkan, dapat disesuaikan dengan tema yang dipelajari dalam periode tersebut, cocok untuk anak-anak, dan bisa dikaitkan dengan pengalaman anak. Jika permainan tepuk dilakukan oleh anak-anak sebaya dengan diikuti gerakan-gerakan tubuh yang sederhana, anak akan bersama-sama belajar dan menyadari hakikat yang ada dalam dirinya sendiri.

Dengan demikian, permainan dapat membantu anak untuk terampil menguasai, mengelola, dan memecahkan masalah yang ada. Keterampilan -keterampilan memecahkan masalah ini sangat dibutuhkan dalam kehidupan mereka sehari-hari dan persiapan mereka di kemudian hari kelak sehingga anak akan menjadi individu yang mampu menyelesaikan masalah dengan bijak.

Referensi

Fauziddin, M., Mufarizuddin. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Useful of Clap Hand Games for Optimalize Cogtivite Aspects in Early Childhood Education, 2(2), 162-169.
Indonesia, R. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, 41 (2003).
Kemendikbud, R. I. (2014). Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini.
Bateson, G., & Mead, M. (1942). Balinese character: A photographic Analysis. New York: New York Academy of Sciences.
Khadijah & Armanila. (2017). Bermain dan Permainan Anak Usia Dini. Medan: Perdana Mulya Sarana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline