PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
Dina Septiana
dinaaseptiaanaa@gmail.com
Progam Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah,
Institut Agama Negri Kudus
Pendahuluan
Suatu konflik yang timbul karena adanya benturan kepentingan menjadi perselisihan apabila pihak yang dirugikan menyampaikan keluhan atau kekhawatirannya, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap pihak yang diduga menimbulkan kerugian. Penuntutan pidana di Indonesia pada prinsipnya hanya dilakukan oleh lembaga peradilan yang diatur secara konstitusional, yaitu badan peradilan, berdasarkan Pasal 24 UUD 1945. Oleh karena itu, lembaga peradilan yang dipimpin oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia ini mempunyai kewenangan memeriksa dan mengadili suatu sengketa. Penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan dua cara: melalui pengadilan dan melalui cara alternatif selain pengadilan. Solusi paling tradisional adalah tindakan hukum. Pengadilan merupakan forum pertama dan terakhir untuk menyelesaikan perselisihan. Perselisihan yang timbul dalam masyarakat diyakini dapat diselesaikan di pengadilan dan tercapai hasil yang adil. Namun hal ini seringkali tidak memuaskan banyak orang, terutama mereka yang terlibat konflik. Sebab, hal tersebut hanya akan berujung pada solusi adversarial yang tidak mempertimbangkan kepentingan bersama. Hal ini cenderung menimbulkan masalah baru, memakan waktu, mahal, seringkali tidak responsif, dan dapat menimbulkan ketegangan antara pihak-pihak yang berselisih dan banyak kegagalan implementasi. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat dan dunia usaha karena penggunaan pengadilan sebagai satu-satunya cara menyelesaikan perselisihan dapat berdampak negatif terhadap produktivitas dunia usaha dan perekonomian serta menimbulkan biaya yang sangat tinggi. Oleh karena itu, diperlukan cara yang lebih efisien dan efektif untuk menyelesaikan perselisihan bisnis.
Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah
Aspek penyelesaian sengketa transaksi keuangan di perbankan Syariah sangat kompleks. Hal ini karena dalam setiap interaksi bisnis, perselisihan antara para pihak sering kali tidak dapat dihindari, terutama yang disebabkan oleh ketidakpuasan salah satu pihak atau pelanggaran kontrak oleh salah satu pihak. Penyelesaian sengketa perdata, termasuk antara bank Syariah dengan nasabah, termasuk dalam ruang lingkup hukum kontrak. Oleh karena itu, asas kebebasan berkontrak, yang merupakan landasan utama hukum kontrak, berlaku di sini. Kebebasan berkontrak berarti para pihak mempunyai hak untuk menentukan isi, bentuk dan mekanisme penyelesaian sengketa kontrak mereka.
Penyelesaian sengketa mempunyai prinsip tersendiri dan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada dengan baik. Prinsip-prinsip ini mencakup keadilan dalam penyelesaian sengketa, tidak adanya prasangka para pihak dalam pengambilan keputusan, kekeluargaan, penyelesaian yang saling menguntungkan, kerahasiaan perselisihan antar pihak dan penyelesaian masalah bersama secara komprehensif
Permasalahan dapat diselesaikan melalui mekanisme internal bank. Umumnya, ketika timbul perselisihan, para pihak akan mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
1. Ini merujuk pada kontrak yang disepakati sebelumnya yang biasanya berisi klausul penyelesaian sengketa, seperti pilihan hukum atau badan penyelesaian sengketa.
2. Pihak-pihak yang terlibat bank dan nasabah bertemu kembali untuk membicarakan permasalahan tersebut secara objektif dan obyektif.
3. Utamakan diskusi dan semangat kekeluargaan.
4. Penggunaan pengadilan harus digunakan sebagai pilihan terakhir bila diperlukan.
Dalam melakukan transaksi perbankan di Indonesia, para pihak tidak hanya dapat menyelesaikan permasalahan melalui musyawarah, namun juga melibatkan pihak ketiga sebagai mediator atau arbiter untuk menyelesaikan sengketa. Mediasi yang berbadan hukum akan diselenggarakan berdasarkan PBI No. 8/5/PB/2006 tentang Mediasi Bank melalui pembentukan Lembaga Mediasi Bank Independen (LMPI).
Sanksi administratif diatur dalam Pasal 57 ayat (1) dan (2) serta Pasal 58 (1) dan (2). Mengenai sanksi pidana, "baik sanksi administratif maupun sanksi yang berkaitan dengan pelanggaran perbankan syariah, ketentuan mengenai sanksi pelanggaran pidana atau perdata antara pelaku perbankan dengan nasabah/mitranya, dan antara bank dengan bank lain atau lembaga lain dijelaskan dalam " Tidak Termasuk" bab.
Nasabah hanya dapat menempuh prosedur penyelesaian sengketa melalui Badan Arbitrase Bank apabila tuntutan sebelumnya tidak berhasil. Prosedurnya dimulai setelah nasabah atau perwakilan nasabah dan bank menyepakati perjanjian mediasi (mediation agreement) yang memuat kesepakatan mengenai pemilihan mediasi sebagai alternatif metode penyelesaian sengketa. Kesepakatan untuk tunduk dan tunduk pada peraturan arbitrase yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Berbeda dengan mediasi pada umumnya, hasil mediasi dalam mediasi bank dapat dilaksanakan oleh Bank Indonesia dengan mengenakan sanksi administratif kepada bank yang tidak melaksanakan hasil mediasi. Dari uraian di atas jelas bahwa lembaga penyelesaian sengketa dapat digunakan oleh pihak-pihak yang bersengketa. Lembaga-lembaga tersebut terdiri dari Lembaga Pengaduan Nasabah, Lembaga Mediasi Bank, Lembaga Arbitrase, dan Lembaga Peradilan.
Kesimpulan