Masyarakat adat Minangkabau sangat menjunjung tinggi nilai dan norma yang sudah turun menurun dari adat dan tradisi terdahulu. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap individu memiliki kewajiban dan hak tersendiri dalam bertindak dan perilaku, baik yang tua maupun yang kecil, laki-laki maupun perempuan, serta alim ulama maupun cendekiawan.
Disinilah saya akan membahas bagaimana peran dan eksistensi perempuan terutama seorang "gadih minang" khususnya di Minangkabau pada generasi milenial saat ini atau lebih kece disebut dengan era revolusi 5.0.
Seperti yang kita ketahui, di Minangkabau menggunakan sistem kekerabatan matrilineal yaitu garis keturunan mengikuti ibu. Penggunaan sistem kekerabatan seperti itu menunjukkan bahwa perempuan di Minangkabau memiliki andil dan peran yang besar serta dijunjung tinggi keberadaannya. Seorang perempuan dalam adat Minangkabau selalu dididik sedemikian rupa sehingga kelak bisa disebut dengan Bundo Kanduang.
Gelar Bundo Kanduang ini ditujukan kepada sosok perempuan yang dimuliakan di tatanan adat masyarakat Minangkabau. Bundo Kanduang ini berperan sebagai penerima waris dari pusako tinggi dan simbolitas dari urgensi moral yang ada.
Disini dinilai bahwa perempuan tidak berperan hanya sebatas penerus keturunan namun juga memiliki hak dalam berkontribusi mengurus keluarga, adat, nagari, serta cakupan wilayah yang lebih luas lainnya.
Hal ini sudah tertuang dalam salah satu falsafah Minangkabau yaitu Limpapeh rumah nan gadang, maksudnya sebagai tiang dalam rumah tangga yaitu seorang ibu sebagai pendidik dan tauladan yang baik bagi anak-anaknya sehingga menciptakan generasi yang lebih cemerlang di masa depan.
Tentu dalam mencapai titik Bundo Kandung tersebut harus melalui proses yang sesuai dengan nilai dan norma dari ajaran adat Minangkabau itu sendiri. Menurut istilah yang disebut dengan "gadih" di Minangkabau yaitu seorang perempuan yang sudah berusia baligh hingga masa sebelum menikah.
Pada masa sekarang ini, peran dan eksistensi gadih minang menjadi topik yang menarik untuk dibahas. Alasannya karena perkembangan zaman yang sedemikian rupa mengikis sedikit demi sedikit nilai dan norma ajaran adat Minangkabau.
Bukan karena kurangnya perhatian dari para orang tua, namun dari faktor eksternal yaitu maraknya perkembangan teknologi sehingga paham-paham lain yang berbeda dan bertentangan mudah masuk sehingga lambat laun mengalami pengikisan nilai dan moral sehingga menciptakan sebuah perubahan.
Perubahan yang terjadi contohnya tertera pada sistem nilai dan norma adat Minagkabau yang disebut dengan Sumbang Duo Baleh yang berisi 12 hal terkait perilaku menyimpang yang sebaiknya dihindari oleh perempuan di Minangkabau yaitu sumbang duduak, sumbang tagak, sumbang bajalan, sumbang caliak, sumbang kato, sumbang makan, sumbang pakai, sumbang karajo, sumbang tanyo, sumbang jawek, sumbang bagaua, dan sumbang kurenah.
Adat Minangkabau sedemikian rupa menjaga dan mengatur perilaku perempuan sesuai dengan syariat yang ada karena adat basandi syara', syara' basandi kitabullah. Artinya nilai dan norma adat di Minangkabau selalu berlandaskan nilai-nilai Islam yang berasal dari kitan suci Al-qur'an.