Di era yang ditandai oleh kemajuan teknologi dan inovasi digital, negara-negara di seluruh dunia berlomba-lomba untuk mengubah lanskap perkotaan mereka menjadi pusat yang lebih cerdas dan efisien. Di antara mereka yang memimpin adalah Taiwan dan Indonesia, keduanya menetapkan target ambisius untuk mencapai status Kota Pintar pada tahun 2050 dan 2045 berturut-turut. Namun, saat mereka bersiap untuk transformasi ini, pertanyaan besar muncul mengenai kesiapan mereka untuk merangkul evolusi cepat teknologi Kecerdasan Buatan (AI).
Taiwan telah lama menjadi bagian integral dari rantai pasokan global, dan buktinya terlihat di Smart City Summit and Expo 2024 di Taipei yang di selenggarakan oleh Taipei Computer Association (TCA). Paviliun Taiwan menampilkan berbagai inovasi di Kementerian Urusan Digital serta di perusahaan-perusahaan besar seperti telekomunikasi Chunghwa dan Far Eastone, perusahaan komputasi seperti Acer dan Asus, dan produsen elektronik seperti Foxconn, yang memproduksi semua perangkatnya untuk merek-merek ternama seperti Apple atau Samsung.
Di pameran tersebut, Taiwan memamerkan berbagai teknologi canggih, termasuk platform bernama CityGPT dan bus listrik yang ditampilkan oleh Foxconn. Di garis depan pameran, Tony Chang dari Syscom (Taiwan) memperlihatkan robot informasi untuk pusat-pusat publik, sementara Qualcomm turut hadir dalam kesempatan tersebut. Di samping itu, ada juga demonstrasi meteran parkir dengan kamera dan pengisi daya untuk mobil listrik yang menggunakan teknologi AI untuk mengoptimalkan pengisian daya. Mark Chiu, CEO Komunikasi XS Square, mengungkapkan bahwa kemajuan ini memungkinkan mesin untuk melakukan lebih banyak tugas daripada sebelumnya, karena chip mikro memiliki kapasitas yang lebih besar.
Sementara itu, Indonesia juga sedang menempuh jalan menuju transformasi Kota Pintar, meskipun dengan tantangan yang berbeda. Dengan visi yang sama untuk meningkatkan kualitas hidup kota, Indonesia harus mengatasi hambatan-hambatan seperti infrastruktur yang belum memadai, literasi digital yang rendah, dan kerangka regulasi yang perlu diperkuat.
Saat Taiwan dan Indonesia memulai perjalanan mereka masing-masing menuju status Kota Pintar, peran AI muncul sebagai penentu kritis kesuksesan mereka. Sementara Taiwan memiliki ekosistem teknologi yang kuat dan tenaga kerja yang sangat terampil, Indonesia menghadapi tantangan terkait kesenjangan infrastruktur, literasi digital, dan kerangka regulasi. Para ahli memperingatkan bahwa tanpa investasi yang memadai dalam riset AI, pendidikan, dan infrastruktur, Indonesia berisiko tertinggal dalam perlombaan global untuk supremasi teknologi.
Selain itu, pertimbangan etis seputar adopsi AI, seperti privasi data, bias algoritma, dan penggusuran pekerjaan, menimbulkan tantangan kompleks bagi kedua negara. Saat Kota Pintar semakin bergantung pada solusi yang didorong oleh AI, memastikan penyebaran teknologi ini yang bertanggung jawab dan adil akan menjadi hal yang sangat penting untuk membangun kepercayaan dan memupuk penerimaan masyarakat.
Dalam beberapa dekade mendatang, konvergensi pembangunan Kota Pintar dan inovasi AI akan mengubah lanskap perkotaan dengan cara yang mendalam. Apakah Taiwan dan Indonesia dapat menavigasi perjalanan transformasional ini dengan efektif masih harus dilihat. Namun, satu hal yang pasti: masa depan kehidupan perkotaan akan terjalin dengan erat dengan evolusi teknologi AI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H