Lihat ke Halaman Asli

Salahkah Aku “Berkebutuhan Khusus”?

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Salahkah aku berkebutuhan khusus mungkin ungkapan yang tepat bagi seorang gadis dewasa yang diberi anugerah Allah dengan berkebutuhan khusus. Dialah Yanti. Tubuhnya tak lagi muda seiring berjalannya waktu, tetapi hidupnya bergantung pada simboknya yang tak lagi mampu memenuhi semua yang dibutuhkan Yanti. Sipon adalah nama simbok dari Yanti, tumpuan hidupnya sekaligus temannya. Kakinya tak mampu lagi menopang tubuhnya yang terbilang gendut. Beliau berjalan dengan dibantu tongkat kayu sebagaii tumpuannya.

Disuatu sore pintu rumahku diketuk seseorang dengan suara seperti anak kecil.

“Kulonuwum,” panggilnya sambil mengetuk pintu rumahku.

“Nggih,”ku buka pintu.

“Ibu wonten mbak?” tanya simbok padaku.

“Oh wonten, monggo mlebet, ditenggo sekedap nggih,” aku mempersilahkan masuk kedua orang tamu.

(“Oh ada, silahkan masuk,tunggu sebentar ya,”aku mempersilahkan masuk keua orang tamu.

Ternyata kedua tamu yang datang kerumahku sore itu adalah Yanti dan Mbok Sipon.

“Wonten kerso nopo nggih mbok Sipon?”tanya ibuku pada mbok Sipon.

“Ehm anu bu, ehm kulo badhe nyuwun arto nggih tumbah raskin kalian bayar arisan,”jelasnya pada ibuku.

(“Ehm anu bu, ehm saya mau minta uang buat beli raskin dan bayar arisan,” jelasnya pada ibuku)

Sipon adalah seorang ibu rumah tangga beranak dua. Bapak Yanti, suami simbok, seorang penjual wedang ronde yang telah meninggal 3 tahun lalu. Adik laki-lakinya pergi tanpa memperdulikan Yanti dan simbok. Sekarang Yanti hidup bersama simbok dan budhenya yang tak mampu lagi berbuat apa-apa, bahkan untuk sekedar bangun dari tempat tidut tak mampu lagi.

Selama ini hidupnya hanya mengandalkan bantuan dari raskin pemerintah dan beberapa orang-orang disekitar yang peduli. Bisa dikatakan kehidupannya sangat jauh dari kata layak. Beras pemberian orang sering dijual untuk membeli sayur dan nasi, bahkan menurut beberapa tetangga sering berbohong untuk mendapatkan uang. Kebiasaan berbohong inilah yang membuat tetangga sekitar memperingatkan ibuku dan beberapa orang untuk tidak memberinya lagi.

Yanti terkadang menangis dan memita sesuatu diluar kemampuan simboknya. Dia sering duduk diperempatan jalan dekat rumahnya untuk sekedar melamun dan melihat orang yang lalu lalang di jalan itu, bahkan hingga larut malam. Jika keinginan Yanti tidak dipenuhi simbok maka dia akan menangis seperti anak kecil.

Tepatkan jika orang-orang yang selama ini peduli kepada Yanti dan keluarganya harus berhenti membantu karena kebiasaan berbohong untuk mendapat sesuap nasi? Apakah Yanti dan keluarganya mau berada dalam posisi yang sekarang mereka alami? Aku yakin dalam benaknya dan dalam kepolosannya, dia mempertanyakan salah kah aku yang berkebutuhan khusus yang ingin merasakan hidup selayaknya orang lain? Sepenggal percakapan di atas, menunjukkan bertapa kerasnya pengorbanan Yanti dan simbok untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline