Lihat ke Halaman Asli

Dina Kusumaningrum

Alumni UIN Syarifhidayatullah

Jam Kerja Kantor Kalah Dibanding Kegiatan Ibu

Diperbarui: 2 Desember 2020   14:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pekerjaan menjadi ibu rumah tangga banyak tak dianggap atau disepelekan. Padahal kalau dilihat, pegawai kantor yang kebanyakan memiliki jam kerja dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 17.00 itu tak lewat dari sembilan jam. Kalah dari kegiatan ibu yang dilakukan selama 24 jam.

Tenang, saya bukan lagi kesal ketika menulis artikel ini. Hanya menegaskan pekerjaan mulia seperti mengurus anak dan urusan domestik lainnya juga lebih berat dari pekerjaan suami di kantor. Apalagi, ibu rumah tangga yang memilih menjadi wanita karir. Saya acungkan jempol karena bisa membagi waktu antara urus kerjaan, suami, anak dan lainnya.

Tak ayal, ibu yang penuh waktu mengurus anak ibarat madrasah atau sekolah untuk anak-anaknya. Ibu juga menciptakan bahasa bagi putra putrinya yang disebut bahasa ibu. Dari mengandung, melahirkan sampai mengurus anak sampai dewasa kelak.

Menurut saya, anak adalah titipan dari Allah SWT yang perlu dibina, dibimbing, dan dijaga oleh kita sebagai orang tua. Peran orang tua dalam membesarkan anak tentu tidak saja sebatas memberikan makan, minum, atau memberi tempat berlindung yang nyaman tetapi juga mendidik anak sedari mereka kecil. Pendidikan dan bimbingan orang tua itu sangat berperan penting dalam pembentukan karakter anak. 

Ditegaskan kembali anak adalah amanah dari sang pencipta yang akan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak. 

Di sisi lain, zaman sekarang banyak orang tua bingung menyekolahkan anaknya di SD yang mana, SMP yang mana, kuliah di mana kalau bagi orang kaya mungkin tidak masalah. Pas ditanya sekolah di mana? "Di sekolah itu". Wah mahal. Artinya orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah itu terbayang duitnya banyak. Lalu apakah sekolah yang mahal itu menelurkan anak-anak yang piawai? Yang sangat cerdas, berhasil, sukses hidupnya? Bagi saya belum tentu. Coba lihat di sekeliling kita banyak pejabat, orang-orang sukses, mohon maaf banyak mereka yang sekolahnya di pedalaman, sekolah yang jauh dari perkotaan, jauh dari kesan mewah. Ternyata anak tidak cukup dididik di sekolah, karena beberapa ahli mengatakan ada empat faktor yang menyebabkan baik buruknya seorang anak. Pertama keluarga, Kedua sekolah, ketiga lingkungan, keempat tontonan dan bacaan.

Lalu yang paling dominan adalah faktor keluarga. Ibu adalah guru yang utama. Contohnya begini, anak bisa bicara yang tadinya belum bisa, kemudian ngajari anak makan, kalau udah haa lebar mulutnya girang sekali si ibu. Saat anak belajar jalan kita mundur dengan telatennya bisa jalan dengan benar. Jadi kitalah sebagai ibu yang pertama menjadi guru.

Dalam agama yang saya anut dijelaskan ada sepuluh kewajiban orang tua dalam mendidik anak.

Pertama, jangan menganggap kewajiban orang tua hadir dalam lahirnya seorang anak. Sebelum adanya pernikahan, kewajiban sebagai orang tua sudah ada. Nikahilah perempuan yang kamu sukai karena keturunan, kekayaan, kecantikan dan karena agamanya. Ambil yang paling baik agamanya atau hidup sengsara. Artinya jangan nikahi perempuan asal dia baik tapi agamanya buruk. Bagaimana jadinya perempuan tidak mengerti agama sama sekali akan mendidik dan mengarahkan anaknya ke arah yang benar. 

Tidak sedikit seorang ibu bangga anaknya pintar menari, joged, nyanyi, enggak pernah ibadah. Ini yang salah. Jadi, ambilah istri yang mengerti agama, pengalaman agamanya baik sehingga calon ibu akan mengarahkan agamanya yang benar.

Selain itu, seorang ibu bisa menanamkan ketauhidan. Di mana Allah selalu mendengar, maha segala-galaNya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline