Lihat ke Halaman Asli

KMGP: Ok, Lalu?

Diperbarui: 30 Januari 2016   02:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film "Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP)" merupakan salah satu film yang saya nantikan sejak promo mereka disebarluaskan di media sosial. Promo yang berintikan bahwa film tersebut dibuat oleh kita dan untuk kita, kira-kira begitu yang saya tangkap. Memang, saya sebatas pemerhati saja karena merasa banyak pihak yang membantu dalam mewujudkan film tersebut. Akan tetapi, diam-diam saya pun ikut membantu mentransfer sejumlah uang yang tidak terlalu banyak melalui rekening bank yang diberikan oleh pihak sang penggagas film kemudian mengkonfirmasikan hal tersebut via sms kepada pemilik contact person yang tertera dalam salah satu promo mereka. Betul, memang jumlah uangnya tidak seberapa, namun saya senang mengetahui bahwa film KMGP pun tayang juga di layar lebar.

Menonton sendirian saja selama beberapa menit di dalam teater 6 di salah satu bioskop XXI dekat rumah, pada Jumat siang, membuat saya tercengang. Bagaimana tidak, saya hanya sendirian di dalam teater itu. Saya berpikir positif. Positif bahwa saya adalah penonton istimewa karena satu-satunya penonton KMGP di dalam teater. Usai beberapa tayangan film iklan sebelum KMGP, alhamdulillah, beberapa penonton pun datang. Para penonton tidak membludak namun setidaknya cukup membuat saya lega karena ada penonton lain yang menemani. Ini adalah kali kedua saya menonton dengan cemas. Cemas apabila sendirian saja di dalam teater.

Saya mencoba mengingat alur cerita KMGP yang pernah dituangkan dalam novel berjudul sama. Jleb! Saya lupa alurnya. Saya hanya ingat bahwa Gagah memiliki seorang adik perempuan yang tomboi dan keduanya sangat akrab.

Pelan. Pelan. Saya mengikuti film tersebut dan sempat jenuh karena terlalu mengekspos hubungan kakak dan adik. Jika dicermati lagi, saya ingat kakak laki-laki yang saat ini sudah menikah. Kala itu, saat saya SMP hingga kuliah, beberapa teman perempuan naksir kakak. Mereka menitipkan salam untuk kakak saya dan saya jawab,"Waaikumsalam." Ya, memang, kakak saya berparas tampan dan keren dari fisik sehingga pernah ditawari untuk menjadi model saat kakak dan ibu saya pergi ke studio foto namun tidak direalisasikan karena kakak saya tidak setuju. Pelan, hubungan akrab yang terjalin antara Gagah dengan Gita mengingatkan saya akan masa lalu yang manis, yaitu memiliki kakak laki-laki yang tampan dan saya sibuk menjawab waalaikumsalam dari para fansnya.

Inspiratif! Walaupun alurnya pelan, film KMGP memberikan warna tersendiri. Warna yang sarat moral. Di tengah hiruk-pikuk remaja belia yang dipenuhi gadget dan gaul ala khas Jakarta, ternyata masih ada remaja lain (dewasa muda) yang peduli dengan lingkungan sekitar, berderma, dan menjalankan perintah-Nya. Moral yang keren nan padat.

Banyaknya pemain muda juga menambah segar pemandangan mata sebagai penonton film Indonesia. Setidaknya, ada generasi baru di perfilman Indonesia. Selain itu, kehadiran Wulan Guritno dan Mathias Muchus turut menambah warna dalam film KMGP. Wulan Guritno memang kerenlah. Ibu muda yang cantik itu, menurut saya, senantiasa mendapatkan film-film ciamik nan keren. Selain KMGP, saya juga senang melihatnya berakting di Nagabonar. Natural. Mathias Muchus? No comment! Keren, pastinya.

Lebai. Lebay. Adegan dakwah yang dilakukan oleh salah seorang pemain di dalam bus TransJakarta (TJ) itu lebai. Lebai karena saya termasuk pengguna bus TJ dan di dalam bus tersebut tidak diperkenankan pengemis, pengamen, dan pendakwah untuk menyuarakan hatinya seperti halnya di Kopaja, Metro Mini, ataupun kendaraan umum lainnya di ibukota. Artinya, memang bus TJ itu bersih dari ketiganya. Copet? Oh, ada. Ada copet di bus TJ karena saya sempat beberapa kali tertahan di salah satu halte transit bus untuk menjalani pemeriksaan barang bersama penumpang lain karena diduga ada copet di dalam bus. Selain itu, berbeda dengan di film KMGP, di dalam film tersebut tidak ada "kondektur" di dalam bus TJ berwarna oranye kemerahan, padahal aslinya terdapat kondektur di bus itu. Seingat saya, bus feeder biru yang biru yang tidak ada "kondekturnya". Akan tetapi, saya maklum karena ini film yang dikemas dengan sedemikian rupa. Kelebai-an kedua, seingat saya, penumpang di bus baik Metromini maupun Kopaja, jika ada pendakwah masuk, jarang atau bahkan nyaris tidak pernah ada yang protes seperti halnya yang terdapat di dalam film KMGP. Mungkin, memang pernah terjadi di kesempatan lain saat saya tidak ada di sana, tapi, ya, okelah, tidak apa-apa karena ini hanya adegan dalam film. Kelebai-an ketiga, haduh, riasan para pemainnya terlalu tebal walaupun memang terlihat biasa tapi tetap saja terlihat kurang halus dalam riasannya. Contohnya, wajah Gagah terlihat jelas mengenakan bedak yang ketebelan plus bibir yang dipoles gincu atau mungkin lipgloss.

Demikianlah.... Menurut saya, film KMGP layak ditonton segala kalangan, baik muda maupun tua dan juga segala usia karena sarat morat dan inspiratif. Selain itu, sarat dengan wajah cakep, manis, cantik, dan menawan lainnya.

Oke, film KMGP memang oke... Lalu, saya sempat tercengang saat menikmati film KMGP, ealah tahu-tahu muncul potongan-potongan adegan film seperti di serial televisi untuk kelanjutan serialnya.... Oke, anggap saja, film KMGP ini berbeda dengan film lainnya.

Baiklah, oke, lalu? Ya, insya Allah, saya akan menonton film KMGP 2.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline