Membaca berita di portal http://metro.tempo.co/read/news/2015/10/29/083714034/ahok-go-jek-itu-anak-yang-tak-diharapkan, kurang lebih saya sependapat dengan Ahok. Bagaimana tidak, di tengah kemacetan dan waktu yang mepet, menggunakan Go-Jek merupakan salah satu pilihan yang bijaksana. Bijaksana karena hemat, efisiensi waktu, keselamatan berkendara, dan keramahan awak armada tersebut. Berkaitan dengan kehematan, perlahan, saya menggunakan jasa ojek online lainnya, yaitu Grab Bike yang lebih murah dari segi biaya.
Bukan ingin memuji, tapi memang dengan adanya ojek online, tak perlu sakit kepala (baca: macet, panas, dan ribet) saat ingin membeli makanan atau minuman karena cukup menggunakan aplikasinya di Android, tunggu, lalu... Trada! Pesanan pun tiba! Alhamdulillah.
Sehubungan dengan anak tiri, saya juga kadang mengamati lingkungan sekitar apakah di sana aman bagi saya dan awak ojek online untuk melintasinya. Alhamdulillah, seiring waktu berjalan, ojek online pun diterima di beberapa kawasan yang banyak ojek pangkalannya. Hal itu mungkin disebabkan oleh adanya kerja sama ojeg online dengan ojeg pangkalan, salah satunya adalah pengemudi ojeg online juga punya pangkalan di sana. Jadi, tak sebatas wara-wiri....
Jadi, mungkin saatnya menerima "anak tiri" ini dengan segala konsekuensinya. Misalnya, Jakarta, Tangerang, dan sekitarnya akan semakin ramai di jalan raya dengan pilihan transportasi umum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H