Lihat ke Halaman Asli

Pagar Makan Tanaman

Diperbarui: 22 Agustus 2015   13:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

 

Akhir pekan di kediaman Luthfi.

"Ngapain, D?" lirik Luthfi menjelang siang hari.

"Buat kopi dan nasi uduk pedas instan." ucapku manis.

"Hasek, mantap dah, klo D datang, perut dijamin kenyang walaupun rasanya 'gak karu-karuan." ucap Liam senang. "Gue udah WA-an istri tapi dia masih sibuk dengan reuninya."

Kulirik Liam sekilas. "Reuni ama siapa? Istri lo bukannya sekolah di luar Indonesia?"

Liam nyengir. "Iya, maksudnya reuni dengan teman sekolahnya saat di luar Indonesia. Kebetulan, temannya itu sedang berkunjung ke Jakarta jadi mereka bertemu. Luthfi, Anjali sudah kau hubungi, belum? 'Tar kalau 'gak diberitahu, D repot."

"Sudah, sudah kuhubungi." ucapku cepat sembari menuntaskan pekerjaan. Pekerjaan membuat kopi. "Katanya, dia mau kemari."

"D, terima kasih, ya, kemarin menjadi penengah antara aku dengan Anjali. Semoga kau tidak perlu lagi jadi penengahku. Tekor bandaarrr." Luthfi tertawa lebar. "Neraktir D makan pizza, donat, mie udon, dan aneka minuman. Hadeuh, plus menonton film." Luthfi meraih buku dan larut dengan bacaannya.

Aku mengangguk.

Tiga cangkir kopi hangat kutaruh di atas meja. "Tunggu, ya, sebentar lagi nasi uduknya matang." Kutatap Luthfi sekilas. "Aneh, kau senang banget membaca referensi sejarah. Kalau gue daripada membacanya, lebih baik menyimaknya. Menyimak dalam arti mendengarkan saja."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline