Suatu sore nan indah di pekarangan rumahku.
Liam menatapku lurus. Ada kekaguman yang terpancar dari kedua bola matanya. Kedua bola mata yang seolah menukik ke dalam hati ini. Ups, itu dulu....
"Thanks, D karena kau bersedia meluangkan waktu menemuiku." Liam menatapku dengan seksama.
Aku mengangguk. "Silakan dicicipi, Liam."
"Ini apa, D?" tatap Liam bingung.
Aku meleletkan lidah. "Itu nasi goreng ala Chef D. Ehm, koki, tepatnya."
Liam terkikik geli. "D masih sama seperti yang kukenal. D yang suka masak tak jelas juntrungannya karena semua bahan yang ada di rumah langsung dicampur tanpa banyak berpikir."
"Mau, tak?" tanyaku sebal.
"Ya, maulah. Mahal nih nasi gorengnya karena dibuat oleh caldok, calon doktor." Liam terkikik geli lagi.
Kutaruh cangkir kosong disertai 1 teko berisi teh hijau melati tawar.
"Selamat, ya, Liam atas pernikahanmu. Katanya, kalau kau menikah terlebih dahulu akan mengundangku tapi ternyata itu hanya bualanmu semata."