Pada zaman dahulu Indonesia dikenal sebagai negara dengan banyaknya kerajaan termasuk di tatar sunda. Salah satu kerajaan yang terkenal sangat kuat di tatar sunda adalah kerajaan padjajaran. Kerajaan Pajajaran adalah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Barat.berpusat di Pakuan yang sekarang dikenal sebagai daerah Bogor. Menurut Prasasti Sanghyang Tapak, Kerajaan Pajajaran didirikan oleh Sri Jayabhupati. Salah satu raja kerajaan Padjajaran yang dipercaya memiliki kesaktian adalah Sri Baduga Maharaja atau lebih dikenal dengan nama Prabu Siliwangi. Dalam sejumlah literatur, Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi adalah raja yang cukup disegani dan memiliki banyak kesaktian yang dimilikinya.
Melansir tapak.id dan sumber lain, salah satu kesaktian yang dimiliki oleh Prabu Siliwangi adalah menghilang. Melansir dari berbagai sumber, Prabu Siliwangi adalah raja yang kerap bertapa, meditasi, atau bersemedi untuk memperkuat kerajaannya. Ilmu menghilang Prabu Siliwangi ini juga konon digunakan ketika dia moksa di hutan Sancang, Garut, untuk menghindari pertempuran dengan anaknya, Kian Santang hingga menjadi sebuah legenda yang terkenal dan dijadikan sebuah lagu oleh musisi Sunda Yayan Jatnika dengan judul Sancang menyebutkan bahwa sang prabu menghilang. Menurut sejumlah sumber, banyak juga petilasan lain Prabu Siliwangi di tanah Sunda salah satunya adalah Batu Tulis.
Batu Tulis dipercaya sebagai patilasan prabu siliwangi yang bertuliskan jawa kuno, sebelah atas terbaca "kahimengan" yang artinya "musuh jadi linglung". Batu ini terletak di salah satu kampung yang terkenal sebagai desa Agronomi termaju dan terpadat di Kec Rancabali yaitu di Desa Alamendah, lebih tepatnya berlokasi sekitar 200 meter dari jalan raya Ciwidey -- Rancabali, masuk gang yang telah dicor di perkampungan Sinapeul yang tidak diketahui oleh banyak orang. Kondisi dari batu tulis tersebut dapat dikatakan sangat memprihatinkan karena tidak ada penjagaan yang ketat atau perawatan yang dilakukan untuk mencegah batu tersebut cepat rusak.
Meski terdapat pada papan informasi yang menyebutkan " Situs ini merupakan cagar budaya dilarang merusak, mencuri, memusnahkan memisahkan bagian atau keseluruhan cagar budaya dari Kesatuannya serta memugar tanpa izin Pemerintah. Undang-undang Republik Indonesia No. 11 tahun 2010 tentang cagar budaya Pasal 61, 66,67 dan pasal 77 ayat 5." Namun faktanya sangat disayangkan, pemerintah daerah justru terllihat mengabaikan aturan yang mereka buat sendiri untuk menjaga keutuhan dari cagar budaya ini. Bahkan menurut pengakuan warga sekitar, salah satunya bapak Maman (45 tahun) menyebutkan bahwa papan informasi yang semula tersimpan di pinggir jalan raya, entah sejak kapan sudah tidak ada dan terbengkalai begitu saja di gang menuju batu tulis tersebut. Beliau juga menambahkan bahwa tidak heran jika orang -- orang tidak mengetahui keberadaan batu tulis tersebut, karena memang tidak ada identitas apalagi menjagaan dan perawatan khusus. Padahal jika pemerintah daerah lebih memperhatikan cagar budaya ini, daerah Alamendah, Ciwidey tidak hanya akan dikenal sebagai desa Agronomi saja namun juga akan dikenal sebagai desa wisata cagar budaya.
Pada dasarnya, Kawasan Alamendah ini merupakan Kawasan yang masih sangat asri karena masih terdapat banyak pohon -- pohon dan perkebunan yang menjadi ladang pendapatan masyarakat dan tak jarang menjadi Kawasan wisata seperti memetik strawberry langsung dari tanamannya. Hal ini tentu menjadi salah satu daya tarik dan ajang refreshing bagi pengunjung karena masih berbasis alam yang masih rindang dengan pemandangan hijau. Melihat potensi yang similiki oleh Desa Alamendah sebagai desa Agronomi dan Agrowisata, maka sudah selayaknya cagar budaya batu tulis ini lebih diperhatikan oleh pemerintah dan masyarakat sekitar sebagai warisan budaya dan dapat diperkenalkan kepada masyarakat luas dan dapat dimanfaatkan sebagai wisata alam cagar budaya di Kawasan Desa Alamendah.
Konsep Ekomuseum Lokal sendiri tepat digunakan untuk cagar budaya batu tulis karena hal ini merupakan sebuah langkah dinamis yang dapat diterapkan guna melestarikan warisan yang dimiliki oleh masyarakat. Pada proses pengembangan konsep ekomuseum lokal sendiri, tentu membutuhkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Terutama dari generasi muda penerus bangsa agar dapat terus berinovasi dan terus menjadi ironstock yang dapat menjaga dan melestarikan budaya lokal ini. Sebagaimana pentingnya cagar budaya ini yang merupakan peninggalan bersejarah dan sudah sepantasnya dijaga, dilestarikan, dan dikenalkan kepada generasi muda.
Penulis : Dina Nur Sipa
Pembimbing : Dr. Leli Yulifar, M.Pd.
Angga Hadiapurwa, M.I.Kom