Lihat ke Halaman Asli

Nadiyya Dinar Ambarwati

Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Resensi Film EMPU (Sugar on The Weaver's Chair)

Diperbarui: 6 Juli 2023   19:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: sgp.indonesia.org

Judul               : EMPU (Sugar on The Weaver's Chair)

Waktu              : 60 Menit

Tahun              : 2019 

Sutradara         : Harvan Agustriansyah

Empu (Sugar on The Weaver's Chair) merupakan film yang menceritakan tentang spirit dan perjuangan seorang perempuan yang ingin mengejar kesetaraan sosial di lingkungannya. Hal ini diakibatkan karena kebanyakan dari masyarakat berpandangan bahwa pria memiliki peran lebih penting daripada perempuan di dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tidak hanya sampai di situ, sosok perempuan yang dikisahkan juga memiliki empati besar dalam mempertahankan nilai budaya lingkungannya.

Film ini diangkat dari kisah nyata tiga orang perempuan yang bernama Yati, Sutringah, dan Maria. Ketiganya dikisahkan secara bergantian di tiga wilayah berbeda yang tidak saling berhubungan satu sama lain. Yati, seorang perempuan difabel yang merupakan anak dari  pengusaha lurik di Klaten. Kemudin ada Sutringah, seorang istri dari penderes gula yang hidup melarat kesusahan di Banyumas. Dan juga ada Maria, seorang pengrajin kain tenun di Kefamenanu.

Yati yang diperankan oleh Tiara Arianggi, memberikan spirit yang tinggi terhadap penonton. Di samping sebagai penyandang disabilitas, namun Yati berhasil membuktikan kemampuan yang dimilikinya dalam bidang tenun lurik. Perjalanan yang tak cukup mudah baginya ketika ide cemerlang demi kemajuan usaha lurik ayahnya seringkali tak didengar dan diabaikan. Bahkan, ketika Yati terjun ke dalam dunia pabrik industri, ia tidak dipercaya atas kemampuannya.

Adapun Sutringah yang diperankan oleh Annisa Hertami, Kehidupan sebatang kara yang penuh dililiti dengan hutang. Menjadi seorang istri dari penderes gula, kehidupan Sutringah selalu tidak cukup. Begitupun karena anaknya yang sudah sekolah dan memerlukan biaya. Pada suatu waktu Sutringah dihadapkan ujian yang cukup berat, suaminya lumpuh setelah terjatuh dari pohon kelapa. Tak ada pilihan lain baginya, ia harus bisa mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup bahkan untuk membayar hutang.

Namun, ia dihadapkan dengan suami yang memiliki pola pikir sangat dangkal dan egois. Suaminya tak ingin Sutringah bekerja, karena dengan hal itu membuat suaminya merasa menjadi orang yang sangat tidak berguna. Sutringah tak punya jalan lain selain dirinya lah yang mengambil peran untuk menjadi penopang keluarganya. Sayangnya, usaha dalam mencari pekerjaan tak mampu ia dapatkan. Terpaksa ia pun harus menggantikan posisi suaminya yang setiap hari naik pohon kelapa untuk menderes gula.

Sementara itu ada Maria yang diperankan oleh Putry Moruk, seorang janda yang memiliki tekad kuat untuk mempertahankan budaya tradisinya dalam melestariksn tenun Bibok. Maria tidak sendiri, ia ditemani dengan lima orang janda lainnya. Dalam sesi ini, kita akan dibuat mengerutkan kening. Sebab lahan rumah tempat mereka bertenun mendapat perlawanan sengketa. Satu-satunya cara untuk bis mempertahankan lahan tanah tersebt sekaligus dengan budaya  tenun Bibok ialah dengan mengajak para generasi untuk ikut belajar menenun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline