Mengajar sangat bergantung pada hati seorang guru dalam mencintai pekerjaannya, seperti pada sebuah ungkapan arab "ruuhul Mudarris Ahammu min Al Thariqah wa Al Maaddah". Sedalam apapun penguasaan materi dan sebaik apapun metode yang digunakan tetapi jika seorang guru tidak memiliki jiwa mengajar maka penguasaan materi dan metode tersebut tidak akan ada gunanya. Hati nurani seorang guru inilah yang menjadi dasar seorang guru dalam melakukan kegiatannya, karena hati menunjukkan keikhlasan.
Dr. H. Ahmad Ubaedi Fathudin, M.A dalam tulisannya yang berjudul Model Pembelajaran Bahasa Arab Di Lembaga Pendidikan memaparkan bahwa tugas terberat guru dalam pembelajaran bahasa Arab adalah memunculkan dan memelihara minat belajar peserta didik, karena jika minat belajar peserta didik berkurang dan proses pembelajaran tidak kondusif, guru yang memiliki kompeten tinggi dan fasilitas yang sangat mendukung pun tidak akan memberikan manfaat apapun.
Seperti pada ungkapan "At Thaalibu yafhamu Al Lughoh walaakinna laa yastathii' Istikhdaam Al Lughoh", yang mengandung makna bahwa belajar bahasa hanyalah sekedar mata pelajaran yang diajarkan guru kepada peserta didik, akhirnya peserta didik hanya tahu bahasa tetapi tidak bisa menggunakan bahasa.
"Guru yang menguasai materi, memiliki metode yang sesuai, dan bisa memotivasi peserta didik sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran"
Pemahaman di atas, bukan berarti guru merupakan sosok segala-galanya dalam proses pembelajaran. Peserta didik juga sama pentingnya dalam proses pembelajaran. Tetapi, guru juga harus mampu melihat lebih jauh lagi bahwa mengajar bukan hanya persoalan teknik dan profesi. Jiwa seorang guru jauh lebih penting. Jadi, mulailah dari hati, mendidik dari hati, agar perintah dipandang sebagai pelita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H