Berita terputusnya hubungan diplomatik antara Qatar dengan negara-negara tetangganya di Timur Tengah masih mengejutkan saya hingga saat ini. Bukan karena saya punya hubungan khusus dengan negeri penghasil gas bumi terbesar maupun dengan cowok Qatar yang kaya-raya, tapi karena saya pernah singgah di bandara internasional ibu kotanya. Bukan sombong bukan apa ya, tetapi membandingkan beberapa maskapai internasional yang pernah saya naiki, saya merasa paling nyaman naik pesawat Arab. Ini juga bukan sombong bukan apa ya, tapi ini dalam rangka summer school maupun kuliah ke benua Eropa. Sementara dua tahun terakhir (2014-2016) saya menggunakan maskapai Arab untuk tujuan pekerjaan.
Saya senang menggunakan maskapai Arab, kenapa? Pertama service-nya sangat all-out, deh! Terutama soal makanan :D. Enggak pelit, medit, fakir, dan kata-kata lainnya yang bisa mewakili ketiga istilah sebelumnya. Selain itu, pramugari-pramugaranya ramah-ramah, murah senyum, enggak rasis, enggak judes... Terakhir kali naik Qatar Airways tahun 2016 yang lalu, masih melekat dalam ingatan saya, berjumpa dengan seorang pramugara ganteng nan baik hati di rute penerbangan Doha-Paris. Sebenarnya bukan berjumpa sih, tapi kebetulan si pramugara yang sampai saat ini saya tidak tahu namanya itu memang melayani para penumpang di koridor tempat saya duduk.
Pramugara berambut pirang pendek lurus, tubuh tinggi tegap dengan wajah imut yang agak pemalu. Kalau saya dengar dari logat bahasa Inggrisnya yang janggal sih, saya rasa si pramugara bukan dari negara-negara berbahasa Inggris. Bisa jadi ia berasal dari salah satu dari sekian banyaknya negeri di jazirah Arab (jangan dikira orang-orang Arab itu serupa ya: ya agamanya, ya bahasanya, ya gaya hidupnya. Arab tidak identik dengan Islam dan janggutan serta rambut lebat. Pengalaman bergaul sama orang-orang Arab Syria, Palestina, dan Arab lainnya, bahkan ada orang Arab yang perawakannya seperti ras Kaukasia dengan rambut pirang serta mata biru, dan agamanya Kristen). Bisa juga ia berasal dari salah satu negara di Eropa Timur atau kawasan Balkan.
Kenangan yang melekat hingga sekarang, ketika waktunya sarapan, dan saya masih terlelap di bangku. Begitu saya terbangun dan ingin ke toilet, saya segera berdiri, lalu melihat penumpang di sekeliling saya sudah menikmati roti kebab sebagai menu sarapan mereka. Tiba-tiba saja waktu saya berjalan menuju toilet, ada yang mencolek punggung saya dari belakang.
Ternyata, si pramugara ganteng itu. "I'm sorry," katanya sambil tersenyum malu-malu. "Do you want me to serve your breakfast? I saw you were sleeping so I didn't want to wake you up."
Duh, sopan banget sih cowok ini, batin saya. Kira-kira apa ya yang terlintas di kepalanya waktu melihat saya tidur? Semoga saya lagi nggak ngiler, he he he...
Yah, setidaknya, yang saya ingat dua kali saya pernah menggunakan Qatar Airways untuk penerbangan Jakarta-Paris-Jakarta tahun 2014 dan 2016. Saya juga baru ingat kalau bandara itu baru dibangun ketika iseng mengecek status facebook saya tiga tahun silam, dan ada teman mengomentari status saya itu dengan bertanya, "Gimana, Mbak, bandaranya yang baru?"
Ternyata, Bandara Internasional Hamad pada tahun 2014 itu memang baru saja dibuka, tepatnya tanggal 27 Mei 2014. Dan saya singah di bandara itu pada bulan puasa Ramadan yang kalau tidak salah jatuh sekitar bulan Juli 2014. Jadi baru tiga bulan berselang setelah pembukaannya. Saya pun takjub melihat kelapangan, kecanggihan, kerapihan, kebersihan, kedisiplinan dan ke- ke- ke- lainnya yang bagus-bagus dari bandara ini.
Betapa tidak, wifi-nya super kencang! Yang gratis bisa diakses di sudut mana pun di bandara ini. Bersihnya? Wooow... jangan ditanya. Tukang bersih-bersihnya pun memakai mesin sapu yang canggih dan malam larut maupun pagi buta sudah rajin membersihkan lantai-lantai bandara. Kebanyakan petugasnya kalau untuk urusan bersih-membersih begini orang India, Pakistan atau Bangladesh. Dari dulu saya salut sama mereka sebagai pekerja ulet, disiplin, nggak sungkan melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar semacam ini. Justru beranjak dari hal remeh seperti itulah nantinya mereka jadi orang besar.
Musholanya? Apalagi! Tempat wudhu-nya sangat menghargai wanita. Ada kursi buat mereka-mereka yang tidak mau nungging sewaktu mengambil air wudhu. Tapi jangan berharap menemukan mukena ya di sini. Bukannya mereka tidak menyediakan mukena, tapi perlu diketahui mukena itu kostum sembahyang khas orang Indonesia.