Lihat ke Halaman Asli

Dina Mardiana

TERVERIFIKASI

Penulis dan penerjemah, saat ini tinggal di Prancis untuk bekerja

Empat Komunitas Asal Jogja ini Hadir di ICD 2017

Diperbarui: 25 Mei 2017   00:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sepeda jenis low rider bisa dikustomisasi sesuai permintaan pemilik. Sepintas seperti sepeda untuk anak-anak namun ukuran setang dan roda ban tetap besar selayaknya sepeda dewasa. (foto: dokpri)

Indonesia Community Day (atau ICD) sudah dua minggu berlalu. Tetapi ada yang tersisa dalam ingatan ketika mampir ke beberapa booth komunitas yang ikut berpartisipasi di acara. Ada empat komunitas yang langsung menarik perhatian saya, dan semuanya berasal dari Jogja. Selain karena booth-nya yang unik, misalkan boneka nenek sihir yang terpampang di pilar salah satu booth, benda-benda yang ditampilkan juga antik.

Untuk lebih jelasnya, ini dia komunitas asal Jogja yang ikut membuka booth di ICD :

1. Paguyuban Film Maker Jogja

Paguyuban atau kelompok yang terdiri dari para pembuat film asal Jogja ini berdiri sejak 11 Desember 2013, dan salah satu anggotanya yang dikenal oleh masyarakat awam adalah Wregas Bhanuteja yang mendapatkan penghargaan di Festival Film Cannes untuk film pendek Prenjak. Tapi sayangnya saat acara ICD kemarin Wregas nggak ikut. Meskipun begitu, sang ketua paguyuban, Bambang Kuntara Murti alias Mas Ipoenk dengan rambut polem (poni lempar)-nya menyambut pengunjung dan menjelaskan tentang aktivitas paguyuban melalui foto-foto berpigura yang terpampang di sisi tengah booth.

Yang mencolok dari booth ini adalah boneka nenek sihir yang menggantung di salah satu pilarnya, cukup mengagetkan pengunjung termasuk saya. Properti lainnya yang ditampilkan ada lampu sorot untuk syuting, clapper loader, layar televisi dan boneka manekin.

Instagram komunitas ini bisa dicek di: @paguyubanfilmmakerjogja

2. Yogyakarta Low Rider Indonesia (YLRI)


Saya tertarik mendatangi booth ini karena penampakan sepeda dengan tampilan yang agak berbeda daripada sepeda biasa. Sepintas mirip sepeda onthel, namun dudukannya lebih pendek sehingga disebut low rider. Selain itu pendeknya menyerupai sepeda untuk anak-anak, namun setang dan rodanya besar dengan ukuran sebesar setang dan roda sepeda dewasa. Saya sendiri kesulitan untuk mengendarai salah satu sepeda karena jarak antara sadel dengan setang panjang sekali, meskipun lengan saya ini sudah panjang tapi tetap saja kewalahan untuk mencapainya.

Ternyata sepeda jenis low ride memang bisa di-customized sesuai permintaan pemiliknya. Jika ditilik dari sejarahnya, sepeda low ride dulunya dipakai oleh kalangan ekonomi menengah ke bawah di Amerika Serikat pada tahun 1960-an. Di Jogja, para penggemarlow riderberkumpul di sekitar benteng Vredeburg setiap hari Sabtu malam sekalian untuk bermalam mingguan. 

Kompasianer di Jogja tertarik untuk bergabung? Ikuti saja akun instagramnya di @ylri_yogyakarta

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline