Merayakan hari ulang tahunnya yang kesatu, Cipika Bookmate, aplikasi digital untuk smartphonedan tablet yang berisi koleksi 650 judul buku lokal dan internasional, menggelartalkshow di Gedung Indosat, Jakarta, pada tanggal 1 September 2016 kemarin. Acara talkshow bertajuk “Buku Print versus Buku Digital” menghadirkan tiga orang narasumber berkompeten dalam bidang kepenulisan, buku dan penerbitan, yaitu Ibu Leila S. Chudori, Ahmad Fuadi dan Ibu Mariah Chamim dari Tempo Institute.
Cipika Bookmate yang digawangi oleh perusahaan telekomunikasi digital Indosat Ooredoo hingga saat ini telah bekerjasama dengan beberapa penerbit besar Indonesia seperti Bentang Pustaka, Mizan Media, Rosda Karya, Noura Books, Zikrul Hakim Bestari, Agro Media, Pustaka Yayasan Obor, Tempo Media dan Elhamedia. Satu tahun berselang, Cipika Bookmate memiliki sebanyak 80 ribu pengguna aktif, dengan 70% pembaca yang ‘melahap’ sekitar 2 buku perbulan. Genre yang disukai pembaca pun bermacam-macam, mulai dari Romance Fiction, Biography, buku-buku bisnis hingga buku bertemakan motivasi.
Melihat kondisi ini, menurut penuturan Bapak Prashant Gokarn, Chief of New Business and InnovationIndosat Ooredoo, Cipika Bookmate berencana menambahkan 15.000 judul buku baru dalam waktu setahun dengan target pelanggan sebanyak 300%. Selain itu, akan diadakan pula pelatihan menulis dan kompetisi menulis e-bookdi lima kota besar bekerjasama dengan beberapa penerbit dan lembaga penulis, salah satunya adalah Institut Penulis yang didirikan oleh Bapak Bambang Trim, editor buku, merangkap tutor berbagai seminar kepenulisan, juga penulis 160-an buku dengan berbagai tematik.
Namun, bagaimana sebenarnya tanggapan para penulis di atas yang menjadi pembicara dalam acara talkshowtersebut mengenai dunia perbukuan di Indonesia, apabila dikaitkan dengan literasi dan minat membaca penduduknya? Ibu Ripy Mangkoesoebroto, Chief Human Resources Officer PT Indosat Ooredoo menuturkan bahwa kemudahan teknologi semestinya memperkaya hidup manusia melalui kegiatan yang mencerdaskan seperti membaca.
Sayangnya, seperti yang dikatakan Ibu Mariah Chamim, minat membaca masyarakat Indonesia menempati ranking ke-2 terbawah setelah Botswana. Padahal, dari segi infrastruktur yang mendukung kegiatan membaca seperti gedung perpustakaan, masih jauh lebih baik dari Thailand, yaitu berada di urutan ke-34. Terlebih lagi saat ini ketika sudah banyak alternatif kegiatan hiburan yang diiringi perkembangan teknologi, masyarakat cenderung lebih ‘nempel’ sama ponsel pintarnya, bahkan dibawa tidur dekat bantal ketimbang tidur beralaskan buku! Maka itu, Indosat Ooredoo melalui Cipika Bookmate berusaha menjembatani kurangnya minat baca buku dengan membuat aplikasi digital yang memudahkan pengguna ponsel pintar maupun tablet tetap bisa membaca buku namun dalam versi elektronik.
Bagaimana pun, Leila Chudori menyarankan bahwa sebaiknya tidak ada persaingan antara buku digital dengan buku cetak. Justru sebaliknya, buku digital dengan buku cetak sifatnya adalah saling melengkapi satu sama lain. Artinya, internet memudahkan para penulis untuk terus berkarya melalui tulisan-tulisannya yang dapat dibaca di blog, sehingga terjadi ledakan penulis massal. Dengan bermunculannya komunitas-komunitas blog, terlebih lagi saat ini banyak perusahaan dan brand yang meminta produknya di-endorsed para blogger, maka makin banyak pula peluang penghasilan baru yang tercipta dan ini menimbulkan keinginan untuk menulis bagi para penulis pemula.
Bagi para penulis yang sudah mapan, atau penulis yang baru menerbitkan buku, internet juga dapat dimanfaatkan untuk memasarkan bukunya baik melalui akun media sosial pribadi maupun melalui komunitas-komunitas membaca buku online seperti goodreads. Buku digital juga lebih praktis dan lebih mudah disimpan karena tidak memakan tempat. Meskipun demikian, Ibu Leila tetap membiasakan aktivitas membaca buku fisik dengan meletakkan berbagai jenis buku di berbagai tempat: di mobil, dapur, kamar tidur, bahkan di kamar mandi! “Ini supaya saya tidak tergoda untuk terus-terus mengecek HP, apalagi saat bangun tidur langsung cek whatsapp kan gawat,” guraunya.
Cara berpikir untung-rugi bahwa membaca buku digital tidak mengeluarkan banyak uang ketimbang membaca buku cetak juga harus diubah, karena membaca buku versi e-book tetap ada biaya-biaya dan kebutuhan yang harus dipenuhi, seperti perangkat/alat membacanya berupa e-book player (smartphone, tablet, komputer), biaya untuk membeli pulsa atau membayar wifi.
Ahmad Fuadi juga berpendapat serupa mengenai keberadaan buku digital di Indonesia. Malahan, buku digital sangat membantunya memenuhi kebutuhan membaca buku, terutama bagi sang istri saat baru melahirkan dan menyusui, dengan mengunduh berbagai e-book melalui Kindle. Menurut penulis buku best seller Negeri 5 Menara ini, orang yang senang membaca buku versi e-book pastinya juga sudah terbiasa dan senang membaca buku versi cetak. Kesenangannya membaca buku ditularkan dari kakeknya yang mempunyai perpustakaan dekat Danau Maninjau, dan buku pertama yang disukainya (walaupun saat itu ia belum bisa membaca) adalah buku ensiklopedia bergambar dalam tulisan berbahasa Arab.
Acara talkshow yang digelar selama dua jam di siang hari, dilanjutkan dengan pelatihan menulis headline untuk artikel dan feature yang dipandu oleh Bapak Bambang Trim hingga jam tujuh malam. Pak Bambang Trim juga memberikan tips menulis cepat kepada para peserta, yang terdiri dari Komunitas Bunda dan anggota Kompasiana, dengan menyusun sebuah paragraf dari lima kata acak yang diucapkan oleh peserta yang ditunjuknya.
Satu hal yang saya camkan betul mengenai perbedaan antara opini dan feature: dalam menulis feature, harus diangkat sisi humanisme yang menyentuh, aneh, janggal, tidak biasa, namun memberikan efek atau kesan mendalam bagi pembaca. Dan… saya pribadi masih lebih suka membaca versi cetak, karena aroma helai kertas yang khas tidak akan tergantikan dengan keberadaan komputer atau ponsel! ***