Masalah kependudukan di Indonesia tidak bisa dianggap remeh. Apalagi, angka pertumbuhan penduduk di Indonesia termasuk tinggi, yaitu 1,49% pertahun (melebihi dari angka ideal 1,2%). Itu berarti, diperkirakan jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2030 akan mencapai 400 juta jiwa!
[caption id="attachment_251165" align="alignleft" width="397" caption="ki-ka: Ibu Ninuk dari Kompas, Pak Fasli Jalal (kepala BKKBN), Mas Iskandar dari Kompasiana"][/caption] Fakta itu dijabarkan oleh Bapak Fasli Jalal, Sp GK, PhD, seorang dokter yang baru saja dilantik pada bulan Juni ini sebagai kepala BKKBN. Singkatan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, lembaga ini berbaik hati mengadakan temu wicara dengan para Kompasianer hari Rabu 19 Juni 2013 yang lalu di Plaza FX Sudirman, demi mensosialisasikan permasalahan kependudukan yang dihadapi bangsa Indonesia sekaligus mencari solusinya bersama.
Bapak Fasli Jalal mengemukakan bahwa Indonesia mencapai peringkat empat sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, yaitu 237,6 juta, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Namun, Cina dan India sudah dapat meningkatkan kualitas Human Development Index-nya dengan bukti nyata banyak dari mereka yang bergelar doktor dan mendapatkan pekerjaan serta penghidupan yang layak. Kembali dengan fakta angka di atas, secara retoris beliau bertanya, bagaimana negara dapat mencukupi kebutuhan pangan, air dan kesehatan? Apa saja strategi yang diterapkan BKKBN dalam mengatasi masalah tersebut?
Remaja, Perempuan dan Aborsi
[caption id="attachment_251168" align="alignright" width="300" caption="ilustrasi tentang aborsi dan hak wanita pada tubuhnya (sumber: wikispaces.com)"]
[/caption] Fakta mengejutkan lainnya, dari jumlah remaja yang total mencapai 43 juta jiwa, sebanyak 600 ribu remaja wanita berusia 15 hingga 19 tahun hamil pertahunnya. Bisa dikatakan, 62% remaja putri sudah tidak lagi perawan. Padahal, secara biologis, mereka belum siap. Ibu Ninuk Mardiana Pambudi dari KOMPAS menambahkan, bahwa ada kecenderungan di kalangan keluarga kelas menengah untuk punya anak lebih dari dua orang, karena ada dorongan sosial untuk membesarkan kelompoknya. Selain itu ada isu gender, seperti kesempatan mendapatkan alat kontrasepsi bukan karena harganya yang mahal, melainkan akses untuk mendapatkannya yang sulit karena hanya dijual di kota besar. Isu gender lainnya adalah perempuan yang sudah menikah tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan kehidupan reproduksinya karena ditentukan oleh suami. Dan sayangnya, hal ini menyebabkan banyak perempuan yang memutuskan untuk melakukan aborsi tanpa pengetahuan yang cukup.
Program KB
[caption id="attachment_251169" align="alignleft" width="400" caption="Program Generasi Berencana yang dicanangkan BKKBN (sumber: bkkbn.go.id)"]
[/caption] Keluarga Berencana merupakan program yang sudah lama dikampanyekan BKKBN sejak 30 tahun yang lalu, namun sempat terhenti pada masa reformasi karena adanya program otonomi daerah, sehingga kebijakan tergantung pada Bupati atau Gubernur dan tidak ada lagi pengawasan dari pemerintah pusat. Ibu Ninuk menyarankan bahwa harus ada kepemimpinan yang tegas yang bisa menggerakkan semua lapisan masyarakat dalam mensosialisasikan program KB ini.
Kemudian, BKKBN kembali dengan meluncurkan program GenRe (Generasi Berencana), dengan sasaran utamanya adalah remaja berusia 10 hingga 24 tahun. Misi dari program ini intinya adalah penundaan usia menikah, dengan mendorong remaja untuk mengutamakan sekolah, bekerja dan berkarya. BKKBN juga mencanangkan usia menikah ideal adalah 25 tahun bagi pria dan 21 tahun bagi wanita, karena pada usia itu dianggap pria dan wanita sudah matang baik secara fisiologis, sosiologis dan cukup mapan secara finansial. Demi mendukung program GenRe ini, BKKBN juga mengumumkan bahwa masyarakat bisa mendapatkan alat kontrasepsi secara gratis di tujuh provinsi yang memiliki populasi besar, seperti Aceh, Papua, Papua Barat, NTT, Maluku Utara, NTB dan Maluku.
Yang menarik, ada salah satu Kompasianer remaja yang bercerita bahwa penyuluhan program KB yang pernah diberikan di sekolahnya terkesan membosankan. Kompasianer yang juga bekerja di kelab malam ini mengemukakan bahwa kehidupan seks bebas yang mendorong ledakan penduduk itu justru banyak terjadi di tempatnya bekerja dan tempat-tempat lain yang serupa, apalagi didukung dengan adanya pembagian alat kontrasepsi secara gratis bagi para pengunjung tempat-tempat tersebut. Namun, kelihatannya program KB dari BKKBN belum menyasari kelab-kelab malam. Yah, semoga saja suatu hari program KB yang dicanangkan BKKBN dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, karena bagaimana pun ia akan berjalan efektif jika semua orang tahu konsekuensi dari kehidupan seks bebas, dan dampaknya pada jumlah penduduk di masa depan. Untuk itu, BKKBN perlu dukungan dari lembaga-lembaga lainnya, termasuk masyarakat Indonesia. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H