Lihat ke Halaman Asli

Dina Fitria Amalia

Mahasiswa S1 PPKn Universitas Jambi

Peningkatan Demokrasi Adat melalui Demokrasi Pancasila

Diperbarui: 21 Maret 2023   07:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Diterapkan kepada praktek dalam lingkungan yang lebih rumit, lebih tinggi dan lebih luas, sesuai dengan suasana dan aspirasi rakyat dalam menghadapi perkembangan zaman yang membawa perobahan-perobahan cepat dalam dunia baru abad ke-20 ini, maka sistim demokrasi adat itu memerlukan beberapa pembaharuan pula sehingga timbullah di atas persada demokrasi adat itu sistim Demokrasi Pancasila seperti yang telah kita miliki rumusan asasinya dalam Pembukaan UUD 1945 dan rumusan- rumusan penyalurannya dalam Badan UUD itu berupa pasal- pasalnya. Di bawah ini akan diberikan skhema umum tentang pembagian pasal-pasal itu menurut penugasannya dan akan ditinjau pula seperlunya beberapa dan pasal-pasal itu.

Pasal 1 ayat mempergunakan istilah "republik" yang berasal dari bahasa Rumawi, res publica. yang maksudnya ialah "urusan kepentingan bersama atau urusan kepentingan umum, urusan semua orang dalam sebuah kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri" Istilah tersebut dipergunakan sebagai bandingan atau perbedaan dengan kerajaan, di mana hanya raja dengan keluarganya yang berkuasa secara turun temurun dengan acap kali pula dianggap sebagai pihak yang mempunyai semua tanah dan air, di mana rakyat menumpang hidup atas dasar memper- hambakan diri kepada keluarga raja. Tidak ada kepentingan bersama antara pihak raja dan pihak rakyat, yaitu lain kepentingan raja dan lain pula kepentingan rakyat.

Rakyat hanya pelayan bagi kepentingan keluarga raja yang disebut pemelihara atau pelindung bagi rakyatnya itu. Raja memelihara rakyatnya itu karena tenaga rakyat itu diperlukannya bagi kepentingannya sendiri Pengertian kerajaan seperti itu tidak dijumpai di kepulauan Indonesia, dimana pihak raja dan pihak rakyat dianggap mempunyai perikatan kepentingan bersama yang harus dilayani oleh pihak raja dengan sebaik-baiknya, seadil-adilnya Raja yang kurang pandai mengendalikan kepentingan bersama. itu atau kurang adil, disanggah dan dapat dipaksa turun dar kekuasaannya.

 Seorang Raja Indonesia selalu melakukan tugas- nya dalam memelihara kepentingan umum dengan bermusya- warah dengan pihak rakyat melalui tua-tuanya sebagai wakil- wakil bagi mereka. Rakyat itu bukan budak raja yang diam di atas tanah raja, tetapi anggota-anggota masyarakat-masyarakat hukum adat, yang selalu ada mempunyai tanah sebagai ruang hidup bagi anggota-anggotanya, dan setiap masyarakat hukum adat itu adalah tiang tempat berdiri kerajaan itu Jika tiang itu rusak atau menjadi lemah maka nisak dan lemah pulalah kerajaan itu. Kerajaan Indonesia tidak berdiri atas orang-orang lepas, atas "rakyat" tetapi atas "kesatuan-kesatuan masyarakat masyarakat rakyat" itu dan setiap kesatuan masyarakat itu merupakan satu kesatuan publik yang berkedaulatan rakyat, sebagai sebuah republik Kecil atau kesatuan autonom yang sangat luas kekuasaannya di bawah kedaulatan kerajaan itu Kedaulatan kerajaan bisa hilang atau berganti, tetapi kedaulatan masyarakat hukum adat itu tidak dapat hilang atau berganti Barulah di bawah kekuasaan kolonial ada desa-desa yang dimatikan, dilenyapkan dengan memasukkan lingkungan ta- nahnya ke dalam lingkungan kota. Karena itulah dalam Repu blik Indonesia, di bawah kedaulatannya, pada prinsipnya dapat terus berjalan kekuasaan raja-raja dalam daerahnya masing- masing, yang berdasarkan prinsip "Persatuan Indonesia" (sila ketiga dalam Pancasila) menjadi bagian mutlak dari wilayah tanah-air Negara Republik Indonesia, demikian pula kekuasaan adat dalam masyarakat-masyarakat hukum adat, seperti yang dimaksud dalam pasal 18 UUD.-1945 dengan "hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa" (lihat "Penjelasan" No. II mengenai pasal 18 itu). 

Menurut besar kecil wilayah kekuasaannya maka raja sedemikian itu dapat diberi pangkat gubernur, kepala daerah tingkat I, atau bupati, kepala daerah tingkat II, atau disetarafkan dengan kepala adat tertinggi dalam sesuatu masyarakat hukum adat yang bertingkat seperti raja penusunan dalam kuria-kuria di Tapanuli Selatan yang merajai raja-raja huta dalam kurianya itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline