Lihat ke Halaman Asli

Dina Finiel Habeahan

be do the best

Kehadiran Seorang Sahabat (Antara Ketulusan dan Kepentingan)

Diperbarui: 7 November 2020   17:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi

Setiap dari kita pasti pernah memiliki sahabat atau menjadi sahabat. Saya sendiri pernah jadi sahabat bagi yang lain  dan juga memiliki sahabat. Bagi saya sendiri sahabat itu adalah orang-orang yang saya percayai sebagai teman sharing atau sekedar curhat. Suatu waktu saya pernah memiliki seorang sahabat. Sahabat saya ini adalah orang yang baik,ramah,dan nampaknya setia.

Saya senang dengan kehadirannya. Dia selalu bersedia ketika saya butuh bantuan bahkan selalu menanyakan apa kabar saya. Waktu demi waktu kami lalui dengan sukacita. Hadirnya selalu menyemangati saya dalam tugas perutusan saya. 

Hingga suatu waktu saya harus pindah keluar kota untuk menjalani tugas perutusan saya yang baru. Waktu itu dia menangis. Dia sedih karena saya tidak akan jumpa lagi seperti biasanya.Pendek cerita itu saya bisa berkisah tentang persahabatan kami. Bukan saja hanya saling menguntungkan tapi persahabatan itu didasari oleh sikap cinta dan saling menghargai. Ada pemberian diri dan pengorbanan didalamnya.

Tapi pernah juga saya menjadi sahabat orang lain. Sahabat saya itu baik. Dia akan selalu menyapa saya ketika ada maunya. Hehehehe. Dan saya memang orang yang paling susah untuk menolak ketika orang lain minta bantu. 

Dari waktu ke waktu saya memperhatikannya bahwa memang tujuannya berteman dengan saya tak lain tak bukan adalah kepentingan pribadi. Beberapa waktu berlalu begitu saja,tanpa ada rasa enggan untuk selalu minta dukungan. 

Pada suatu hari suatu momen mempertemukan kami. Kami mulai bersharing tentang pengalaman studi kami. Mau tidak mau saya harus katakan bahwa memanfaatkan orang lain dengan cara seperti ini adalah dosa. Karena perilaku tersebut tergolong pada kategori munafik. Mulai saat itu relasi kami tidak seperti yang dulu lagi. Hehehe. 

Nah, Aristoteles mengungkapkan bahwa tak seorang pun akan memilih hidup tanpa sahabat, bahkan walaupun ia memiliki kekayaan-kekayaan lain. Dalam konteks ini, persahabtan menjadi salah satu kebutuhan dasar dalam hidup manusia. Dasarnya bahwa manusia adalah homo socius, makhluk social. 

Sahabat sejati biasanya dijalin dengan penuh ketulusan dan pengorbanan. Namun, kerap persahabatan itu dirusak oleh adanya kepentingan yang terselubung. Ungkapan Latin dengan jelas mengatakan "Hostis aut amicus non est in aeternum; commode sua sunt in aeternum" yang berarti Lawan atau kawan itu tak ada yang abadi; yang abadi hanyalah kepentingan. 

Sejenak mari bercermin atas sikap sang sahabat terdekat Yesus saat Yesus ditangkap hingga disalibkan. 

Yudas Iskariot, si pengkhianat datang menjual Yesus dengan ciuman mautnya. Hidup dalam kepurapuraan di dalam komunitas para rasul. Kematiannya pun dipenuhi dengan sesal yang tak sampai. 

Petrus, si gagah berani langsung memenggal telinga si Malkhus saat hendak menangkap Yesus. keberaniannya langsung ciut tatkala Yesus dibelenggu dan dibawa ke istana Hanas. Keberanian itu berubah menjadi penyangkalan, yang menyatakan bahwa ia bukan murid Yesus. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline