Lihat ke Halaman Asli

Dina Amalia

TERVERIFIKASI

Penulis, Bouquiniste

Dilema 'Packing' Belanja Online: Antara Keamanan vs Limbah Plastik

Diperbarui: 16 Januari 2025   20:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Foto: Freepik/iamtui7 (Ilustrasi Packing Belanja Online)

Apapun barangnya, tren belanja secara online telah tumbuh dalam dekade terakhir dengan stabil, bukan hanya di Indonesia melainkan dunia. Terlebih saat pandemi covid-19 silam, seakan membangkitkan tren ini lebih jauh -- membuahkan perubahan perilaku konsumen dan menghasilkan keuntungan penjualan yang cukup mengejutkan, baik terhadap pelaku usaha perseorangan ataupun perusahaan.

Sepintas, aktivitas belanja di pasar online terlihat menjadi solusi yang memudahkan, ramah lingkungan dan praktis, baik dari sisi penjual ataupun pembeli. Tentu hal ini benar dan sudah terbukti. Namun, sisi lain yang tidak bisa dielakkan adalah timbulnya masalah lingkungan hasil dari pengemasan atau packing yang dipakai untuk proses pengiriman produk.

Mewarta dari earth.org, kemasan produk memiliki kontribusi yang cukup besar pada emisi CO2 khususnya dari produksi plastik. Berjumlah 86 juta ton kemasan plastik terus diproduksi setiap tahunnya secara global, dan 14% nya tidak dapat didaur ulang. Tak sampai disitu, kelompok konservasi hutan Canopy juga menemukan 3 miliar pohon yang setiap tahunnya terus diolah menjadi bubur kertas untuk dapat menghasilkan 241 juta ton karton /dus pengiriman.

Realita di Marketplace: Kesadaran Penjual vs Ego Pembeli

Sebagai salah satu penjual di marketplace, tentu sadar betul soal penggunaan bahan pengemasan produk. Secara umum, mau apapun barang yang dijual oleh seller, bahan utama yang digunakan saat packing adalah plastik. Dari mulai plastik kresek, plastik plong, plastik OPP, ziplock, klip, polimer, hingga rajanya keamanan bubble wrap.

Setiap kali mengemas pesanan kerap dihantui rasa bersalah, sebab produk yang saya jual sangat ringkih, yakni buku -- tentu membutuhkan pengamanan ekstra agar terlindungi dari air atau kelembaban.

Tetapi, nggak pasrah begitu saja, berbagai cara tetap dicoba untuk meminimalisir penggunaan plastik. Salah satunya dengan menggunakan kertas art carton atau semacam kertas tebal untuk poster, sehingga ketika menggunakannya nggak lagi memerlukan plastik ataupun bubble wrap berlapis. Meski nggak sepenuhnya lepas dari plastik, setidaknya sedikit demi sedikit bisa menguranginya.

Bagaimana dengan penjual lainnya? Tentu beda kepala beda pemikiran, apalagi terdapat banyak toko -- baik yang datang dari perseorangan ataupun perusahaan. Dominan penjual dalam menggunakan bahan packing mengikuti jenis produk yang dijualnya -- jika mudah pecah / ringkih, maka semakin tebal pula bahan-bahan packing yang digunakan.

Dua Ego Pembeli

Sepanjang berlalu-lalang di pasar online, tentu bertemu rupa dan sikap pembeli yang berbeda-beda. Namun, dalam hal pengemasan/packing, terdapat dua model pembeli yang memiliki ego cukup berlainan, diantaranya:

1. Peduli lingkungan

"Tolong paketnya jangan dikemas menggunakan plastik berlapis. Saya aktivis lingkungan, sangat meminimalisir penggunaan plastik berlebih. Saya akan kasih BINTANG 1, jika paket benar-benar dibungkus menggunakan plastik berlapis," pesan salah seorang perempuan - aktivis lingkungan yang memesan produk buku di toko saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline