Lihat ke Halaman Asli

Dina Amalia

TERVERIFIKASI

Penulis, Bouquiniste

"Majalah Bobo" Terbang Melintasi Zaman, dari Anak-Anak sampai Menjadi Bujang

Diperbarui: 6 Oktober 2024   11:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tentu ingat betul, masa-masa 2000-an ketika masih kanak-kanak, belum mengenal bahkan belum ada handphone. Pagi dan sore hari menjadi waktu yang paling ditunggu-tunggu untuk menonton kartun. Selepas dari waktu tersebut, setiap pekan selalu menunggu kehadiran wajah Bobo.

Masa-masa itu, Bobo selayaknya vitamin untuk anak-anak, dengan isi yang penuh gambar berwarna-warni nan menarik. Vitamin itu memiliki varian isi komik keluarga Bobo, cerpen, cergam, cerbung, ragam rubrik seperti Apa Kabar Bo?, dunia pengetahuan, puisi, profil dari orang-orang yang hebat dan menginspirasi, hingga surat dan gambar yang dikirim oleh para pembaca setia.

Kalau diumpamakan dengan zaman sekarang, majalah Bobo dahulu seperti media sosialnya anak-anak. Meski tidak terbit setiap hari, tapi warna-warni isinya selalu ditunggu-tunggu dan ketika sudah menjelajahi isinya rasanya candu.

Teringat betul, ketika dahulu bersama orang tua mampir ke supermarket dan tanpa disengaja melihat banyak majalah-majalah dipajang di sudut dekat kasir, mata ini hanya tertuju pada wajah Bobo yang terpampang di sana, sontak saja langsung senang dan meminta untuk dibelikan. Masa-masa itu, Bobo betul-betul sangat melekat dengan dunia anak-anak, baru melihat wajah-wajah khasnya keluarga Bobo dari cover saja sudah nyengir kegirangan.

Hal yang paling menyenangkan ketika bersapa kembali dengan majalah ini adalah perpaduan antara tulisan dan beragam gambar yang sangat menarik, sehingga mampu memberikan pengalaman membaca yang mengasyikkan untuk anak-anak.

Terlebih, ada beberapa karakter yang selalu setia hadir dalam ragam cerita si Bobo, seperti Paman Gembul, Bibi Teliti, Coreng, Cimut, Upik dan tentunya si legendaris Bobo yang identik dengan seekor kelinci bertubuh biru berbaju merah. Karakter-karakter tersebut telah berhasil dekat dan sangat melekat dengan anak-anak hingga menjadi karakter khas yang paling diingat dari majalah ini.

Dari Belanda Berlabuh Ke Indonesia

Saking melekatnya dengan anak-anak Indonesia, banyak yang belum sadar bahwa ternyata Bobo bukan berasal dari Indonesia, melainkan dari Negara Belanda atau Negeri Kincir Angin.

Dahulu, majalah legendaris ini hanya bermula dari kertas koran dengan halaman yang berjumlah 16 saja, namun juga menjadi majalah (anak) pertama yang penuh warna, dari mulai kolomnya hingga gambarnya.

Perjalanan Bobo ke Indonesia, bermula dari Harian Kompas yang pada 1965 mulai menyusun halaman berisi kolom (diperuntukkan) khusus anak-anak. Kemudian, P.K. Ojong & Jakob Oetama sebagai pendiri terus mengembangkan kolom tersebut hingga menjadi sebuah majalah khusus anak-anak.

Majalah bobo sendiri pada masa itu masih menggunakan konsep sangat awal yang merupakan (hasil) dari terjemahan Belanda. Melihat banyaknya antusias dari masyarakat khususnya anak-anak Indonesia, pada akhirnya Bobo secara keseluruhan dikerjakan/diselesaikan oleh tim redaksi Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline