Pilkada sudah menjadi salah satu pesta rakyat terbesar yang ada di Indonesia termasuk Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Pilkada adalah pesta dimana rakyat memilih pemimpin untuk daerah yang mereka tempati. Pada tanggal 15 Februari 2017 yang lalu sudah dilaksanakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur secara serentak di berbagai daerah. Di saat pilkada inilah sarana bagi masyarakat untuk benar-benar menentukan siapa yang layak untuk memimpin daerah mereka. Suara merekalah yang menentukan kemajuan dari daerah tersebut, jika mereka salah dalam memilih maka akan menghancurkan perkembangan dari daerah tersebut.
Untuk menyemarakkan pilkada serentak itu, tak sedikit para pasangan calon kandidat yang beramai-ramai memperebutkan hati masyarakat untuk memilih mereka sampai menang. Tidak hanya hati rakyat saja, mereka juga memperebutkan hati para partai politik untuk mendukung mereka dan mengusungnya dalam pesta demokrasi yang akan diselenggarakan. Dari hal-hal inilah muncul yang sering sekali kita sebut dengan money politic. Pendekatan seperti inilah yang sering sekali kita temukan disaat pesta demokrasi ingin dilaksanakan.
Jika kita ingat pada saat masa kampanye Pilkada yang lalu dimulai dari tanggal 26 Oktober 2016 – 11 Februari 2017, bisa kita temukan banyak sekali berita-berita di televisi yang menayangkan berita bahwa Bawaslu menemukan banyak sekali praktik money politic yang terjadi dilapangan. Tidak hanya pada saat kampanye, bahkan praktik money politic juga terjadi pada saat pelaksaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Bawaslu menemukan banyak oknum-oknum yang datang ke tempat pemilihan suara dan memberikan sejumlah uang kepada masyarakat dengan syarat mereka memilih calon sesuai dengan kemauan oknum tersebut. Tidak hanya itu, hal lain yang terjadi adalah banyak sekali oknum-oknum yang melakukan pengambilan suara dua kali dengan nama yang berbeda agar calon yang mereka dukung itu menjadi pemenang.
Hal-hal semacam inilah yang sangat disayangkan, padahal kita bisa menangkap sendiri bahwa Pilkada merupakan pesta demokrasi yang artinya semua yang kita pilih memang berdasarkan pada suara hati kita sendiri bukan berdasarkan imbalan apa yang kita dapat. Kondisi-kondisi yang membuat pesta demokrasi yang terjadi di berbagai daerah terlihat begitu ironis. Pesta demokrasi yang diwarnai dengan money politic ini membuat saya semakin berfikir bahwa dunia politik adalah dunianya uang-uang jahat bertebaran. Memang money politic tidak dilakukan oleh semua orang yang tergabung di dalam dunia politik, namun kita bisa melihat bagaimana sebagian besar orang yang tergabung di dunia politik khususnya yang berada di Indonesia melakukan hal kotor seperti itu.
Kemeriahan pesta demokrasi yang terjadi di Jakarta tahun ini didukung dengan adanya program-program baru dan lebih bervariasi dibanding dengan pesta demokrasi sebelumnya. Ditahun ini, setiap pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur memiliki banyak sekali program menarik agar masyarakat memilih mereka. Dari program-program itulah kita sebagai masyarakat bisa menilai mana pasangan yang lebih pantas untuk membangun Jakarta agar menjadi daerah yang lebih maju lagi. Tidak hanya dari program yang mereka miliki, kemeriahan tahun ini juga diwarnai dengan berbagai pendekatan yang dilakukan dari setiap pasangan calon ke masyarakat.
Dari Pilkada 15 Februari 2017 yang lalu, yang berhasil maju keputaran kedua adalah pasangan nomor 2 dan 3. Putaran kedua yang akan diselenggarakan 11 April 2017 mendatang sangat diharapkan dapat menghasilkan pemenang yang terbaik. Pemenang yang dapat membawa Jakarta menjadi lebih maju dan sejahtera, tapi tidak hanya itu pemenang harus dapat bersatu dengan rakyat dan merangkul rakyat serta mengerti apa yang menjadi kepentingan rakyat bukan malah membuat rakyat sengsara.
Semoga di Pilkada putaran kedua nanti, kita mendapatkan hasil yang memuaskan bagi DKI Jakarta terutama bagi rakyatnya. Tidak hanya itu saja, sangat diharapkan bahwa Pilkada nanti bisa menjadi pesta demokrasi yang bersih dari money politic dan menjadi ajang untuk persaingan yang sehat bagi para pasangan yang berhasil maju.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H