Lihat ke Halaman Asli

laakmale

Akmaluddin Rachim

Potret Hukum Pertambangan dalam Film Sexy Killers

Diperbarui: 25 Mei 2019   04:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Watchdoc, sebuah rumah produksi baru-baru ini merilis film dokumenter yang berjudul sexy killers. Film itu bercerita tentang praktek kegiatan pertambangan di Indonesia. Film tersebut mengulas tokoh-tokoh publik dibalik perusahaan tambang yang beroperasi. Selain itu, film ini juga ingin menyampaikan pesan bahwa sebenarnya praktek kegiatan pertambangan di Indonesia belum sesuai dengan prosedur sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.

 

Perbincangan terkait dengan industri pertambangan mineral dan batubara saat ini akan semakin gencar. Hal ini tidak terlepas dari film dokumenter sexy killers yang telah di tonton oleh hampir dua puluh juta orang melalui chanel youtube. Belum lagi dengan kegiatan nonton bareng beserta aktivitas dikusinya. Mau tidak mau atau suka tidak suka, sexy killers membuat banyak orang, kalangan, serta generasi muda lainnya semakin melek terhadap isu energi dan pertambangan.

 

Perlu diketahui bahwa sebuah film yang berhasil menyita banyak perhatian, akan memberikan pengaruh yang luar biasa - baik secara positif maupun negatif - kepada mereka yang telah menonton atau bagi mereka yang terusik akibat dari film tersebut. Pengaruh positif yang dihasilkan semisal, memberikan wawasan baru serta dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya tata kelola pertambangan yang baik. Gelombang protes dan/atau upaya advokai, mungkin saja mulai bertumbuh seiring geliat aktivitas diskusi film terus berkembang. Sedangkan film tersebut juga memberikan pengaruh negatif, tentu  kepada mereka yang terlibat dalam percaturan bisnis pertambangan. Bisa jadi mereka sangat terusik akibat adanya film sexy killers.

 

Jika arus gelombang protes terhadap praktik kegiatan pertambangan nantinya akan semakin meluas dan disertai aksi unjurasa berupa penolakan semakin berkembang, maka hal tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus. Pengetahuan dan kesadaran kolektif yang telah terbangun dapat dengan mudah memicu gerakan tersebut. Meningkatnya kesadaran tersebut perlu dikelola agar lebih baik sehingga dapat menjadi sebuah sistem yang check and balance. Kenyataan itu seharusnya mendorong para pihak pemangku kepentingan berfikir ulang untuk segera menata kebijakan tata kelola pertambangan saat ini juga!

 

Landasan hukum pengelolaan pertambangan sejatinya mengacu pada ketentuan Pasal 33 UUD NRI 1945. Ayat 1 mengatakan bahwa "perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan". Ayat 2 mengatakan "cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara". Ayat pamungkas dari pasal tersebut adalah pada ayat 3, yang menyebutkan bahwa "bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Ayat 4 yang terakhir, menegaskan bahwa "perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional".

 

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline