Lihat ke Halaman Asli

Godain Puasaku kalau Kau Mampu..!!

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apakah saya sedang bersombong? Tidak! Saya hanya orang yang tak pernah setuju dengan sikap manja dan perlakuan istimewa terhadap umat yang sedang berpuasa Ramadhan. Kafirkah saya? Insya Allah, juga tidak! Saya muslim yang – alhamdulillah - taat shalat, rajin berpuasa, dan selalu berusaha menjalankan perintah serta menjauhi larangan-Nya. Lalu kenapa saya bersikap seperti itu?

Karena, puasa bagi saya bukanlah tempat “penyiksaan diri“ dengan membiarkan lapar, dahaga dan menepis sentuhan syahwat selama 12 jam, hinggasejak subuh sampai maghrib kita harus menolak lezatnyabakpao, soto, dan video porno. Melainkan sebuahikhtiarmeneguhkan iman kepada Tuhan dengan cara menangkis nafsu keserakahan, yang dilandasi dengan tekad melawan godaan, dan bukan oleh sikap takut terhadap godaan.

Tapi cobalah amati yang terjadi, kita akan melihat sikap ketakutan akan godaan itu yang justru banyak menghinggapi orang berpuasa di Indonesia. Dengarkan bagaimana mereka merengek manja kepada setiap orang yang lewat agar jangan menggodanya untuk batal berpuasa dengan cara memasang pengumuman dimana-mana: ”Hormatilah orang berpuasa!”

Kemudian, negarayang merasa punya kewajiban “melindungi” umat yang sedang berpuasa pun lalu dengan sigap mengerahkan aparatnya menutup tempat-tempat hiburan malam selama 30 hari. Bahkan terhadap panti pijat yang mungkin di sana ada ratusan ibu-ibu yang bekerja mengumpulkan uang untuk bersenang-senang di hari Lebaran.

Pada bulan ini orang-orang yang mengatakan bahwa niat mereka berpuasa adalah ikhlas ( untuk Allah), ternyata juga orang-orang yang diam-diam merasa dirinya tertindas selama berpuasa di siang hari sehingga merasa berhak mendapatkan kompensasi yang memuaskan begitu tiba saat berbuka. Berbagai penganan lezat dan minuman istimewa disajikan berlebihan di meja makan sepanjang malam.

Persoalannya akan berbeda jika kita menyikapi puasa karena mengharap ridho Illahi. Maka tak akan ada lagi hasrat mendapatkan kompensasi yang memuaskan, karena puasanya memang dilakukan sebagai ikhtiar untuk mengurangi apa yang dirasakan berlebihan dalam diri.Juga tak perlu meminta proteksi dari “kekuasaan” untuk menutup tempat-tempat yang dianggap menggoda, karena puasanya dilakukan dengan tekad melawan segala godaan.

Puasa seperti ini adalah bentuk pengabdian diri yang sebenarnya lumrah dilakukan umat kepada Illahi. Puasa yang layak diakhiri dengan sikap syukur tanpa harus meneriakkan pekik kemenangan yang pongah di hari Idul Fitri. Puasa yang tak menuntut kompensasi duniawi dan proteksi dari kekuasaan di luar diri. Sebab, hakikat puasa sebenarnyalah juga mengajarkan kepada umat untuk lebih banyak memberi dan menghormati umat lainnya. ***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline