Sumber gambar: Dokumen pribadi
Beberapa hari yang lalu, Dimdim menghadapi pengawas USBN (Ujian Sekolah Berbasis Nasional) yang kalau diingat-ingat rasanya kepengen geprek tuh pengawas pakai sambal ijo satu karung.
Hari itu adalah USBN mapel matematika. Dimdim memasuki ruang kelas ujian, bersaliman dengan dua guru perempuan yang menjadi pengawas. Pengawas yang satu perawakannya seperti mbak-mbak sales yang datang ke rumah dengan menawarkan panci, sebut saja namanya Bu Lesa. Sementara yang satunya lagi terlihat sudah agak tua, ditandai dengan kerutan-kerutan di wajahnya. Dimdim nggak tahu pasti siapa namanya, jadi tak kasih nama Bu Ember ajah, cocok untuknya karena terlihat seperti Mamak-mamak yang pakai sepeda motor, begitu belok kanan malah sen kiri. Akhirnya orang yang dibelakang menabrak dia, tapi justru malah dia yang marah-marah.
"Woy! Punya mata nggak sih? Pake motor itu matanya di melek! Buta kali ya?"
"Kan Ibu yang salah, belok kanan kok malah sen kiri"
"Terserah Saya dong, motor-motor saya, mau sen kiri kek, kanan kek kok dirimu yang repot!"
Nah kan cocok, jadi kita panggil ajah Bu Ember.
Firasat Dimdim tidak enak ketika melihat wajah Bu Ember, apalagi waktu dia mengomentari seragam yang Dimdim pakai beda sendiri dibandingkan dengan yang lain, yang lain menggunakan seragam eksekutif, Dimdim memakai seragam whare pack yang biasa digunakan untuk praktek kejuruan.
"Kamu kok seragamnya beda sendiri?" Tanya Bu Ember dengan nada agak menyinggung
"Iya Bu maaf," jawab Dimdim singkat sembari duduk di kursi yang sudah ditentukan terdapat nama Dimdim di mejanya.
"Ujian kok pake whare pack," cerocos Bu Ember sambil membagikan soal ujian. Dimdim rasa Bu Ember adalah agen Lambe Turah.