penelitian yang dilakukan oleh Cornell et al. (2013) menemukan bahwa bullying adalah prediktor untuk tingkat prestasi akademik dan putus sekolah siswa sekolah menengah atas.Penelitian Cornell et al. (2013) dilakukan pada siswa SMA, partisipan penelitian Takizawa et al. (2014) berusia 7,11, 16, 23, 33, 42, 45, dan 50 tahun yang berjalan selama 50 tahun sejak tahun 1958. Penelitian tersebut menarik Tidak hanya itu, mereka bahkan mengalami permasalahan dalam hubungan sosial, kondisi ekonomi yang memburuk dan rendahnya well-being ketika menginjak usia 50 tahun (Takizawa et al., 2014; Slee & Skrzypiec, 2016). Dengan itu, bullying berdampak pada rendahnya tingkat hubungan sosial korban, kesehatan mental, fisik dan persoalan ekonomi (Takizawa et al., 2014)Schott (2014) menarik tiga poin yang terdapat pada definisi bullying oleh Olweus (1999).
korban mengalami kekerasan karena dianggap di luar lingkaran sosial pelaku bullying. Karena point bullying terletak pada fenomena sosial, Olweus (1999) mendefinisikan bullying sebagai masalah psikososial dengan menghina dan merendahkan orang lain secara berulang-ulang dengan dampak negatif terhadap pelaku dan korban bullying dimana pelaku mempunyai kekuatan yang lebih dibandingkan korban
Korban bullying juga mengalami kekerasan fisik, untuk bullying yang bersifat kekerasan secara fisik. Tindakan kekerasan secara fisik dan verbal yang mereka terima sering menjadi Jurnal Pendidikan Tambusai 1885SSN: 2614-6754 (print) ISSN: 2614-3097(online)Halaman 1882-1889Volume 5 Nomor 1 Tahun 2021faktor trauma untuk jangka pendek dan jangka panjang. Trauma mempengaruhi terhadap penyesuaian diri dengan lingkungan, yaitu dalam hal ini adalah lingkungan sekolah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H